Archive for Maret, 2011

Maasya Allaah ..KuTemui Dirinya Dalam Keshalihan Di Dalam Penjara…!!

“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allaah, maka Dia akan memberikan pemahaman agama kepadanya.” Hadits Shahih Riwayat Imam Ahmad,Bukhari dan Muslim.
Sahabat kita takkan mampu menghitung nikmat nikmat Allaah,namun terkadang kita sering mendurhakai-Nya.Betapa sering kita tertipu oleh dunia dengan segala hiasannya yang melenakan.
Banyak hal-hal yang tidak pernah kita duga ada dihadapan kita. Suka duka, sedih dan gembira adalah warna-warni kehidupan. Dunia tidak pernah menjanjikan kenikmatannya yang abadi kepada siapapun.
Sebuah perjalanan singkat yang ingin kubagi Ibrahnya untuk diri ini khususnya dan semoga bermanfaat untuk semua.
Siang itu ana ingin menjumpai seorang teman disebuah rumah tahanan, Qaddarallaah ujian keimanan menghampiri dirinya,disaat ia sedang menata hati untuk menggapai bahagia yang hakiki yaitu ampunan Rabbnya.Dengan maraknya kasus Bom beberapa hari ini memang agak menyulitkan ana untuk masuk kesana.
Lima Tahun yang lalu sebelum ana mengenal Manhaj Salaf, ana sering berkunjung ketempat ini, dan amat sangat mudah berada ditengah tengah para tahanan wanita. Namun untuk kali ini harapan itu tipis sekali dengan kondisi ana sekarang ini. Alhamdulillaah setelah hampir saja kembali untuk pulang karena tidak bisa masuk, Allaah mendatangkan pertolonganNya.Setelah ana bercerita bahwa dahulu lima tahun yang lalu ana pernah mengajar Iqro disana,dengan idzin Allaah ana bisa masuk.
Dengan perasaan rindu menjumpai mereka….Maasya Allaah kerinduan ini seperti semakin menjadi, ana dikejutkan dengan sambutan wanita wanita shalihah..
Tahukah Sahabat….
Kutemui wanita wanita shalihah itu dirumah tahanan dengan hijab syar’i,seperti burung gagak hitam..Maasya Allaah indahnya pemandangan ini…pemandangan yang belum pernah ana temui sebelumnya lima tahun lalu…
Seperti telah menganal lama..kami saling berpelukan bagai tak jumpa bertahun tahun. ya…..Kerinduan dan kecintaan karena Allaah sebabnya…
Sambil berbagi cerita tentang kehidupan disana dan awal mereka mendapatkan hidayah diatas Manhja salaf ini.
Badan mereka dipenjara,namun hati mereka bebas dalam mentaati Rabbnya. Jadi teringat Syaikh Ibnul Qayyim al Jauziyah, dan Imam Asy Syafi’i dalam sebuah sya’irnya.

❤ Ilmuku selalu bersamaku ❤
Ilmuku senantiasa bersamakuDimanapun aku berada selalu memberi manfaatHatiku adalah tempatnya, bukan dalam lemarikuBila aku berada di rumah, pasti ilmuku disana bersamakuKetika aku berada di pasar, diapun ada di pasar
(Imam Asy Syafi’i)
Sahabat badan kita tidak terpenjara…namun kadang kita tidak menyadari atau bahkan terlena ketika kita tahu hati kita terpenjara karena kelalaian .
tahukah sahabat…
Mereka tidak seberuntung kita karena hidup mereka dibatasi dinding tinggi,tapi tahukah sahabat…,mereka sungguh bahagia karena ..
dengan idzin Allaah..
Dinding tinggi itu menjadikan mereka lebih dekat dengan Rabbnya,
Dinding tinggi itu membuat mereka lebih pandai memanfaatkan waktu untuk ketaatan.
Dinding tinggi itu membuat mereka disibukan untuk belajar dan belajar,menghafal dan menghafal….
Dinding tinggi itu selalu mengingatkan mereka tentang kekhilafan yang dilakukannya dan membuat mereka takut untuk kembali pada kemaksiatan..(bagi mereka yang Allaah beri hidayah dan berusaha keras menjemput hidayah)
Yaa Allaah Pemilik Arsy ….ampunilah kami yang lalai..Yaa Allaah Yang Maha Pengasih tak pilih Kasih…Jagalah mereka agar hidayah itu tak lepas setelah mereka bebas..
Inilah bukti Indah dan lemah lembutnya Dakwah Tauhid, dakwah Salaf..
Untuk Sahabat sahabatku disana..
Semoga Allaah Memuliakanmu dengan Ilmu..
Mengangkat Derajatmu karena Ilmu ..
Menjadikanmu Hamba yang Rabbaniy…

Uhibbukunna fillaah…

Pondok Bambu.Kamis 12 Rabi’ul Akhir 1432 H
Sahabatmu Kiky Umaymah Farras…

Hari ini Engkau Tertawa, Esok Bisa Jadi Engkau Menangis

Jalan dunia ini tidak selamanya datar dan mulus

Banyak hal-hal yang tidak pernah kita duga ada dihadapan kita. Suka duka, sedih dan gembira adalah warna-warni kehidupan. Dunia tidak pernah menjanjikan kenikmatannya yang abadi kepada siapapun. Sekalipun zohir(dari luar) sebagian orang-orang kaya tampak bahagia, tentram dan damai dengan kelapangan hidup, harta dan pembantu-pembantu yang dimilikinya, hanya saja hakekat kehidupannya yang tidak diketahui orang lain berbeda sama sekali dengan penampilan zohirnya (luarnya).

Berapa banyak manusia yang hidup dalam kenikmatan yang membuat “ngiler” orang-orang yang mendengarnya, hanya saja hari-hari tidak selalu dalam satu kondisi. Terkadang kenikmatannya diambil tiba-tiba ketika ia sedang berada dipuncak kenikmatan hidup, atau datanglah tragedi-tragedi zaman yang merampas darinya ..bukan ..bukan merampas apa yang dimilikinya, tidak. Akan tetapi merampas kelezatan menikmati apa yang dimilikinya, dan ini lebih dahsyat serta menyakitkan dari yang sebelumnya. Tidak merasakan nikmat hidup dari apa yang dimilikinya.

Tidak usah engkau tanyakan contohnya saudaraku …

Tanyakan saja kepada hari-hari yang telah berlalu dan masa-masa yang menjadi saksi-saksi bisu tentang orang-orang yang berjatuhan dalam hidup ini.

Tidak sedikit orang yang dikira hidup jaya di dunia ini, sehingga kerentaan, penyakit, dan kelemahan mendatanginya, merampas kelezatan hidupnya lalu meninggalkan kedua matanya nanar melihat kenikmatan tapi ia tidak dapat mengambil manfaat darinya sedikitpun. Bak fatamorgana yang terlihat seperti telaga oleh orang-orang yang dahaga, tatkala didekati ia tidak dapatkan apa-apa selain rasa haus yang kian mencekik dan menyesakkan.

Yang pertama, Ada dua orang yang selalu membuat saya heran. Seorang yang dianugerahi kedudukan duniawi, lalu ia lalim, angkuh dan sombong dan menyakiti orang-orang yang dibawah pimpinannya. Ia tidak takut kepada Allah dalam memimpin mereka. Padahal ia yakin bahwa kedudukannya ini pasti lenyap dalam waktu yang telah ditentukan Allah. Dalam sekejap kedudukan dan kemegahan duniawi itu diambil Allah, lalu si sombong itu menjadi orang yang lebih rendah dari orang biasanya.

Yang kedua, seorang yang dianugerahi Allah kekuasaan atau kedudukan, atau harta  yang berlimpah tidak ada orang yang menandinginya. Lalu ia menghabiskan umurnya dalam menjaga dan menambah harta tersebut. Tidak berbuat sesuatu yang akan menjadi kebaikan yang kekal diingat manusia dan bermanfaat untuknya setelah MATI. Atau menjadi penghiburnya di hari tua. Hari ketika ia melihat setiap orang memakan makanan yang lezat dan nikmat kecuali dia hanya memakan sepotong roti kering yang bisa jadi orang miskinpun tak mau memakannya.

Jadi benar seperti yang dikatakan orang-orang arif dan bijak

jalan hidup lurus tanpa berliku itu mustahil. Hari-hari selalu berobah dari waktu-kewaktu. Bisa saja seorang itu bangkrut lalu jatuh miskin atau ditimpa penyakit, sehingga tersibukkan dari harta benda yang telah dikumpulkannya, atau datang orang lain yang merampas dengan paksa kekuasaan yang dimilikinya.

Kesusahan dan himpitan hidup juga bertingkat-tingkat, di antaranya ada yang lebih berat dan menyakitkan dari yang lainnya. Seperti dendam kesumat orang-orang  yang menanti-nanti keruntuhan dan kejatuhan. Mereka menanti saat-saat itu, apalagi jika orang yang jatuh itu orang yang pernah berlaku zalim dan semena-mena tidak punya kebaikan yang bisa meringankannya.

Betapapun pahitnya sebuah keruntuhan akan tetapi sebagiannya lebih ringan dari yang lainnya. Dalam sejarah kita bisa melihat kejatuhan kekuasaan “Baramikah” dan bagaimana Harun Ar-Rosyid membalas dendam dengan membunuh Ja’far bin Yahya Al-Barmaky dan menyalibnya serta memenjarakan ayah dan saudaranya. Lalu mengambil harta-harta mereka, hanya saja dulu mereka pernah berbuat baik sehingga orang banyak masih mengenang kebaikannya itu sekalipun kekuasaan dan harta mereka telah dirampas. Oleh karenanya tidak sedikit orang-orang yang menangisi kondisinya ditiang salib. Sampai-sampai Harun Ar-Rosyid marah kepada seorang penyair yang memuji-muji Ja’far Al-Barmaky.

Benarlah apa yang difirmankan Allah Ta’ala,

 

http://www.udrus-assunnah.co.cc/2011/03/hari-ini-engkau-tertawa-esok-bisa-jadi.html

Sifat Wudhu Nabi

SIFAT WUDHU’ NABI صلي الله عليه وسلم

oleh : SYAIKH ABDULLAH BIN ABDURRAHMAN AL-JIBRIN رحمه الله

1. …disunnahkan mencuci kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali sebelum memulai wudhu’ (gambar 1)

2. Kemudian berkumur-kumur (memasukkan air ke mulut lalu memutarnya di dalam dan kemudian membuangnya)

3. Lalu Instinsyaq (mengisap air dengan hidung) lalu Intinsyar (mengeluarkannya) (gambar 2)

4. Disunnahkan ketika menghirup air di lakukan dengan kuat, kecuali jika dalam keadaan berpuasa maka ia tidak mengeraskannya, karena dikhawatirkan air masuk ke dalam tenggorokan. Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:

“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali dalam keadaan puasa” (HR. Imam Khamsah, sanadnya Shahih)

5. Lalu mencuci muka. Batas muka adalah dari batas tumbuhnya rambut kepala bagian atas sampai dagu (Gambar 3), dan mulai dari batas telinga kanan hingga telinga kiri. (Gambar. 3)

6. Dan jika rambut yang ada pada muka tipis, maka wajib dicuci hingga pada kulit dasarnya. Tetapi jika tebal maka wajib mencuci bagian atasnya saja, namun disunnahkan menyelai-nyelai rambut yang tebal tersebut (gambar 4). Karena Rasulullah selalu menyelai-nyelai jenggotnya di saat berwudhu’’ (HR. Abu Dawud, di shahihkan oleh Al-Albani dalam Irwa’)

7. Kemudian mencuci kedua tangan sampai siku (gambar 5), karena Allah عزّوجلّ berfirman:

“dan kedua tanganmu hingga siku” (Al-Maidah:6)

8. Kemudian mengusap kepala beserta kedua telinga satu kali, dimulai dari bagian depan kepala lalu diusapkan ke belakang kepala lalu mengembalikannya ke depan kepala (gambar 6).
Setelah itu langsung mengusap kedua telinga dengan air yang tersisa pada tangannya (gambar7)

9. Lalu mencuci kedua kaki sampai kedua mata kaki (gambar 8), karena Allah عزّوجلّ berfirman:

“dan kedua kakimu hingga dua mata kaki” (Al-Maidah: 6).

Yang dimaksud mata kaki adalah benjolan yang ada di sebelah bawah betis. Kedua mata kaki tersebut wajib dicuci berbarengan dengan kaki

10. Orang yang tangan atau kakinya terpotong, maka ia mencuci bagian yang tersisa yang wajib dicuci. (gambar 9). Dan apabila tangan atau kaki-nya itu terpotong semua maka cukup mencuci bagian ujungnya saja

11. Setelah selesai berwudhu’ mengucapkan:

“Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada ilah yang berhak disembah selain Allah yang Maha Esa tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang bertobat dan jadikanlah aku sebagai bagian dari orang-orang yang mensucikan diri” (HR. Muslim dan tambahan bagi Tirmizi. di shahihkan oleh Al-Albani dalam Irwa’)

12. Ketika berwudhu’ wajib mencuci anggota-anggota wudhu’nya secara berurutan, tidak menunda pencucian salah satunya hingga yang sebelumnya kering

13. Boleh mengelap/ mengeringkan anggota-anggota wudhu’ seusai berwudhu’.

Terjatuh Dalam Riya`

Dari Abu Sa’ad bin Abu Fudhalah Al-Anshari salah seorang sahabat Nabi -alaihishshalatu wassalam-, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Apabila Allah mengumpulkan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terakhir pada hari kiamat – yang tidak ada keraguan dalamnya-, maka akan ada seorang penyeru yang menyeru, “Barangsiapa berbuat syirik dalam suatu amalan yang dia kerjakan untuk Allah,

hendaknya dia meminta balasan pahalanya kepada selain Allah tersebut. Karena sesungguhnya Allah Maha tidak membutuhkan sekutu.” (HR. At-Tirmizi no. 3079, Ibnu Majah no. 4193, dan Ahmad no. 17215, serta dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 482)

Dari Abu Said Al-Khudri -radhiallahu anhu- dia berkata:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar bersama kami, sementara kami sedang berbincang-bincang tentang dahsyatnya fitnah Al-Masih Ad-Dajjal. Maka beliau bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang sesuatu yang lebih aku khawatirkan menimpa diri kalian daripada Al-Masih Ad-Dajjal?” Kami menjawab, “Tentu.” Beliau bersabda, “Syirik yang tersembunyi, yaitu seseorang mengerjakan shalat lalu dia membaguskan shalatnya karena ada seseorang yang memperhatikannya.” (HR. Ibnu Majah no. 4194 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 2607)

Penjelasan ringkas:

Riya` dan termasuk di dalamnya sum’ah adalah mengamalkan ibadah dengan niat untuk mendapatkan bagian dunia, baik berupa pujian, harta, kedudukan, wanita, dan semacamnya, dan dia termasuk syirik asghar atau syirik khafi (bagi yang menyamakan keduanya). Dan riya` ini walaupun dia syirik asghar, akan tetapi dosanya lebih besar dibandingkan pembunuhan dan perzinahan, karena dia merupakan kesyirikan, dan kesyirikan dosanya lebih besar dibandingkan dosa-dosa besar selain syirik.

Pelaku riya` ini, tatkala di dunia dia ingin mendapatkan pujian dan penghormatan dari orang karena ibadahnya, maka pada hari kiamat Allah akan mempermalukannya di hadapan seluruh makhluk dengan menyuruhnya untuk mencari pahala amalan kepada makhluk yang dia harapkan pujiannya di dunia. Tidak cukup sampai di situ, setelah Allah Ta’ala mempermalukannya di hadapan seluruh makhluk, Allah Ta’ala langsung mencampakkan para pelaku riya` ini ke dalam jahannam. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah,

“Sesungguhnya manusia paling pertama yang akan dihisab urusannya pada hari kiamat adalah: Seorang lelaki yang mati syahid, lalu dia didatangkan lalu Allah membuat dia mengakui nikmat-nikmatNya dan diapun mengakuinya. Allah berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat padanya?” dia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berfirman, “Kamu berdusta, akan tetapi sebenarnya kamu berperang agar kamu dikatakan pemberani, dan kamu telah dikatakan seperti itu (di dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan masuk ke dalam neraka. Dan (orang kedua adalah) seseorang yang mempelajari ilmu (agama), mengajarkannya, dan dia membaca (menghafal) Al-Qur`an. Maka dia didatangkan lalu Allah membuat dia mengakui nikmat-nikmatNya dan diapun mengakuinya. Allah berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat padanya?” dia menjawab, “Aku mempelajari ilmu (agama), mengajarkannya, dan aku membaca Al-Qur`an karena-Mu.” Allah berfirman, “Kamu berdusta, akan tetapi sebenarnya kamu menuntut ilmu agar kamu dikatakan seorang alim dan kamu membaca Al-Qur`an agar dikatakan, “Dia adalah qari`,” dan kamu telah dikatakan seperti itu (di dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan masuk ke dalam neraka. Dan (yang ketiga adalah) seseorang yang diberikan keluasan (harta) oleh Allah dan Dia memberikan kepadanya semua jenis harta. Maka dia didatangkan lalu Allah membuat dia mengakui nikmat-nikmatNya dan diapun mengakuinya. Allah berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat padanya?” dia menjawab, “Aku tidak menyisakan satu jalanpun yang Engkau senang kalau seseorang berinfak di situ kecuali aku berinfak di situ untuk-Mu.” Allah berfirman, “Kamu berdusta, akan tetapi sebenarnya kamu melakukan itu agar dikatakan, “Dia adalah orang yang dermawan,” dan kamu telah dikatakan seperti itu (di dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan masuk ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 1905)

Hadits di atas jelas menunjukkan bahwa para pelaku riya` adalah makhluk yang pertama kali merasakan panasnya api neraka, mereka terlebih dahulu dicampakkan ke dalam neraka sebelum para penyembah berhala, wal ‘iyadzu billah. Karenanya dengan semua kejelekan riya` di atas, sangat wajar kalau Nabi -alaihishshalatu wassalam- lebih mengkhawatirkan riya` akan menimpa para sahabat -padahal mereka adalah orang-orang yang tinggi ilmu dan keimanannya-, melebihi kekhawatiran beliau terhadap jeleknya fitnah Dajjal. Ini menunjukkan bahwa seorang yang saleh bisa saja terjatuh ke dalam riya` dalam keadan sadar maupun tidak sadar, karenanya Nabi -alaihishshalatu wassalam- mengingatkan para sahabatnya agar waspada dari fitnah yang satu ini.

Amalan pelaku riya` adalah tertolak dan tidak akan diterima oleh Allah. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam- bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman dalam hadits Qudsy,

“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan apapun yang dia mempersekutuhkan Aku bersama selain-Ku dalam amalan tersebut, maka akan saya tinggalkan amalannya dan siapa yang dia persekutukan bersama saya”. (HR. Muslim no. 2985 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Dan barangsiapa yang amalannya tertolak maka dia wajib untuk mengulanginya jika itu adalah amalan yang wajib. Karenanya barangsiapa yang shalat maghrib karena riya` atau sum’ah maka shalat maghribnya tidak akan diterima dan dia harus mengulangi shalat maghrib tersebut. Demikian halnya dengan amalan-amalan wajib lainnya. Lihat keterangan tambahan

di: http://al-atsariyyah.com/?p=823

Hukum amalan yang bercampur dengan riya`:

Munculnya riya` dalam amalan bisa pada dua tempat:

1. Munculnya di awal ibadah.

Yakni riya` sudah ada sebelum dia mulai beribadah, sehingga yang mendorongnya untuk beribadah adalah riya` itu. Dalam keadaan seperti ini dia telah terjatuh ke dalam riya` dan ibadah yang dia kerjakan itu batal serta dia harus mengulangnya.

2. Munculnya di pertengahan ibadah.

Dalam keadaan seperti ini pelakunya mempunyai dua keadaan:

1. Dia berusaha untuk melawan dan menghilangkan riya` tersebut, bahkan mungkin dia jadi tidak konsentrasi dalam ibadahnya karena berusaha menolak riya` setiap kali muncul. Dalam keadaan seperti ini ibadahnya syah bahkan dia bisa mendapatkan pahala karena berjihad melawan setan dan hawa nafsunya.

2. Dia tidak berusaha untuk menolaknya, bahkan dia merasa tenang dan bertambah khusyu’ dalam riya`nya. Dalam keadaan seperti ini butuh dilihat jenis ibadahnya:

Jika ibadahnya berhubungan antara awal dan akhirnya maka ibadah tersebut batal dan dia harus mengulanginya karena dia telah berbuat kesyirikan.
Maksud ibadah yang berhubungan antara awal dan akhirnya adalah jika akhirnya batal maka awalnya juga batal. Misalnya shalat, wudhu, dan semacamnya. Jika rakaat ketiga shalat batal karena berhadats maka rakaat pertama juga batal, karena semuanya saling berhubungan.

Jika amalannya tidak berhubungan antara awal dan akhir, semisal: Sedekah, membaca Al-Qur`an, dan semacanya. Karena pahala sedekah hari ini tidak berhubungan dengan sedekah kemarin dan pahala ayat yang satu tidak berhubungan dengan ayat sebelum dan setelahnya. Hukum amalan yang seperti ini jika kemasukan riya` adalah, yang batal hanyalah bagian amalan yang terkena riya`, adapun bagian amalan yang tidak terkena riya` maka itu tetap syah dan dia tetap mendapatkan pahala.

Misalnya: Kemarin dia bersedekah Rp. 100.000,- dengan ikhlas, tapi karena dia mendengar ada orang yang memujinya maka hari ini dia bersedekah RP. 200.000,- dengan riya`, maka yang batal hanyalah sedekah hari ini sementara sedekah kemarin tetap syah. Demikian pula halnya jika dia ikhlas dalam membaca ayat 1-3 surah Al-Fatihah dan riya` pada ayat 4-7 darinya, maka yang batal pahalanya hanyalah pahala ayat 1-3. Demikian pula kita katakan dalam masalah puasa.

http://al-atsariyyah.com/?p=1629

 

Entah Mengapa

Entah apa yang aku rasa..

Terlalu jauh aku menyusurinya..

Terlampau takut untuk menyelami..

 

Dasar relung hati ini..

Dalam bayang-bayang malam..

Ku sandarkan ragaku yang rapuh..

Dalam lelahnya jiwaku..

 

Mencoba bertahan..

Bukan tanpa sebab..

Bukan asap tanpa api..

Hati ini terlalu penat..

Tuk mencari yang tak pasti..

 

Wajah lainku..

Ia terus berbisik kepadaku..

Begitu lihai mencari celah..

Saat jiwa ini sangatlah hampa..

 

Ketika aku jatuh..

Memaksiati-Nya dalam sendiriku..

Tak ada rasa bersalah..

Seakan tak berbekas dosa..

Ku tahu Engkau melihatku..

Ku percaya neraka itu ada..

Tapi aku terpana dengan amal kebaikanku..

Yang entah mengapa begitu yakin kan hapus semua itu..

 

Ah !

Bodohnya aku !

Begitu mudah tersipu..

Dalam kenikmatan semu..

Hatiku menjerit sakit..

Tapi entah mengapa..

Tak setetes pun air mata ini jatuh..

Seolah tak ada penyesalan..

Kembali..

Lagi-lagi ku lakukan..

Ikrar taubat yang sejenak berlalu..

Ku lupakan begitu cepat..

Ya Rabb !

Sungguh aku telah menzholimi diri ini..

Dengan kesalahan yang begitu banyak..

Sebanyak bintang yang Engkau ciptakan..

Ya Rabb, Pemilik ‘Arsy !

Yang hati ini berada di dalam genggaman-Mu..

Terimalah taubatku ini..

Hanya Engkau yang tahu ketulusanku..

Selasa Malam, di bulan Juli 2010..

Di rumahku tercinta, Pakjo, Palembang, Tanah Sriwijaya..

Seorang Penuntut Ilmu..

Abu Ahnaf Roni Nuryusmansyah al-Falimbany..
http://ahnaf27.wordpress.com/2010/12/24/entah-mengapa/

Meluruskan Istilah “Masya Allaah”

“Masyaallah, ini orang kok bisa jatuh dari pohon tomat ?” “Masyaallaah, anda kenapa….kok sampai pingsan ?”


dan beberapa kalimat lainnya dimana kata Masyaallah di ucapkan ketika ada sesuatu hal buruk yang terjadi. Begitulah kebiasaan kita orang Indonesia ketika menyerap bahasa serapan, kadang penggunaanya sering disalah gunakan. Saya bukan orang yang tau bahasa Arab, hanya karena kebetulan tahu dan punya sedikit penjelasan. Maka tak ada salahnya di bagi.

Makna Masya Allah
Masya Allah (ما شاء الله) adalah frase yang diungkapkan seorang Muslim untuk menunjukkan kekaguman terhadap seseorang atau kejadian. Dalam hal ini, digunakan sebagai ekspresi penghargaan, sementara dalam waktu yang sama juga sebagai pengingat bahwa semua pencapaian bisa terjadi karena kehendak-Nya. Terjemahannya kurang lebih adalah “Allah telah berkehendak akan hal itu”, dengan kata telah yang menekankan tentang ajaran Islam yang mengharuskan kita percaya kepada setiap ketentuan dari Allah. Digunakan sebagai ungkapan kegembiraan disertai doa.

Maa Syaa Allah yang bisa juga dimaknai Apa-apa yang dikehendaki Allah, dapat disambung dengan kata lain menjadi: Maa Syaa Allahu fa’al = Apa2 yang dikehendaki Alloh pasti terjadi. Biasanya kalimat ini diucapkan ketika ada sesuatu yang terjadi di luar kehendak kita, sehingga diharapkan kita tidak berburuk sangka kepada Alloh, tidak menyalahkan takdir Allah.

Contoh penggunaan Maa Syaa Allah…
“Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “MAASYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).

Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan.” (QS. al-Kahfi 18:39)

Dalam ayat itu ungkapan tersebut untuk menunjukkan kekaguman terhadap kebun yang bernilai.

Hmm…..dari sini mudah-mudahan kita gak lagi salah kaprah dan senantiasa mengucapkan kalimat Masyaallah pada tempat yang semesetinya……

Kesimpulan
Jadi Lafadz ini diucapkan juga ketika kita takjub melihat kelebihan yang dimiliki oleh orang lain, baik berupa harta, kondisi fisik atau yang lainnya.ketika kita mengaggumi kelebihan yang dimiliki orang lain, diharapkan orang tersebut tidak terkena penyakit ‘ain disebabkan pandangan kita. Karena penyakit ‘ain ini dapat terjadi baik kita sengaja ataupun tidak.

Artikel muslimah.or.id

Kebanyakan Manusia Tidak Berilmu

Allah ta’ala berfirman di dalam kitab-Nya yang mulia yang artinya, “Itulah janji Allah. Allah tidak akan menyelisihi janji-Nya. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum [30]: 6)

Ibnu Katsir menjelaskan di dalam tafsirnya, “Sedangkan firman-Nya ta’ala ‘Itulah janji Allah. Allah tidak akan menyelisihi janji-Nya.’ Artinya: Inilah yang Kami beritakan kepadamu hai Muhammad, bahwasanya Kami benar-benar akan memenangkan Romawi dalam melawan Persia, itulah janji yang benar dari Allah, sebuah berita yang jujur dan tidak akan meleset. Hal itu pasti terjadi. Karena ketetapan Allah yang telah berlaku menuntut-Nya untuk memenangkan salah satu kelompok yang lebih dekat kepada kebenaran di antara dua kubu yang saling memerangi. Dan Allah pasti akan memberikan pertolongan kepada mereka. ‘Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui’, artinya mereka tidak mengetahui hukum kauniyah Allah serta perbuatan-perbuatan-Nya yang sangat cermat dan selalu bergulir di atas prinsip keadilan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6/168)

 

Kemudian Allah ta’ala berfirman tentang mereka -yaitu kebanyakan manusia- yang artinya, “Mereka mengetahui sisi lahiriyah kehidupan dunia, akan tetapi terhadap perkara akhirat mereka lalai.” (QS. Ar Ruum [30]: 7)

Ibnu Katsir kembali memaparkan, “Artinya kebanyakan manusia tidak memiliki ilmu kecuali dalam urusan dunia, tata cara menggapainya, tetek bengeknya serta perkara apa saja yang ada di dalamnya. Mereka adalah orang-orang yang cerdas dan pandai tentang bagaimana cara meraup dunia serta celah-celah untuk bisa mendapatkannya. Namun mereka lalai terhadap hal-hal yang akan mendatangkan manfaat untuk mereka di negeri akhirat. Seolah-olah akal mereka lenyap. Seperti halnya orang yang tidak memiliki akal dan pikiran.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6/168)

Ibnu Abbas menjelaskan tentang makna ayat yang mulia ini, “Maksudnya adalah orang-orang kafir. Mereka itu mengetahui bagaimana cara untuk memakmurkan dunia akan tetapi dalam masalah-masalah agama mereka bodoh.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6/168)

Sekelumit Tentang Keutamaan Ilmu

Pertama: Meningkatkan Derajat

Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Allah akan mengangkat kedudukan orang-orang yang beriman dan diberikan ilmu di antara kalian beberapa derajat. Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al Mujadilah [58]: 11).

Al Hafizh menjelaskan, “Ada yang mengatakan tentang tafsirannya adalah: Allah akan mengangkat kedudukan orang beriman yang berilmu dibandingkan orang beriman yang tidak berilmu. Dan pengangkatan derajat ini menunjukkan adanya sebuah keutamaan…” (Fathul Bari, 1/172). Beliau juga meriwayatkan sebuah ucapan Zaid bin Aslam mengenai ayat yang artinya, “Kami akan mengangkat derajat orang yang Kami kehendaki.” (QS. Yusuf [12]: 76). Zaid mengatakan, “Yaitu dengan sebab ilmu.” (Fathul Bari, 1/172)

Ibnu Katsir menyebutkan di dalam tafsirnya sebuah riwayat dari Abu Thufail Amir bin Watsilah yang menceritakan bahwa Nafi’ bin Abdul Harits pernah bertemu dengan Umar bin Khattab di ‘Isfan (nama sebuah tempat, pen). Ketika itu Umar mengangkatnya sebagai gubernur Mekah. Umar pun berkata kepadanya, “Siapakah orang yang kamu serahi urusan untuk memimpin penduduk lembah itu?”. Dia mengatakan, “Orang yang saya angkat sebagai pemimpin mereka adalah Ibnu Abza; salah seorang bekas budak kami.” Maka Umar mengatakan, “Apakah kamu mengangkat seorang bekas budak untuk memimpin mereka?”. Dia pun menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya dia adalah orang yang pandai memahami Kitabullah, mendalami ilmu waris, dan juga seorang hakim.” Umarradhiyallahu’anhu menimpali ucapannya, “Adapun Nabi kalian, sesungguhnya dia memang pernah bersabda,‘Sesungguhnya Allah akan mengangkat kedudukan sekelompok orang dengan sebab Kitab ini, dan akan merendahkan sebagian lainnya karena kitab ini pula.’ (HR. Muslim).

Kedua: Nabi Diperintahkan Berdoa untuk Mendapatkan Tambahan Ilmu

Di dalam Kitabul Ilmi Bukhari membawakan sebuah ayat yang artinya, “Wahai Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu.” (QS. Thaha [20]: 114). Kemudian Al Hafizh menjelaskan, “Ucapan beliau: Firman-Nya ‘azza wa jalla‘Wahai Rabbku tambahkanlah kepadaku ilmu’. Memiliki penunjukan yang sangat jelas terhadap keutamaan ilmu. Sebab Allah ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan untuk apapun kecuali tambahan ilmu. Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu syar’i; yang dengan ilmu itu akan diketahui kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang mukallaf untuk menjalankan ajaran agamanya dalam hal ibadah ataupun muamalahnya, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, dan hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, menyucikan-Nya dari segenap sifat tercela dan kekurangan. Dan poros semua ilmu tersebut ada pada ilmu tafsir, hadits dan fiqih…” (Fathul Bari, 1/172)

Ketiga: Perintah Bertanya Kepada Ahli Ilmu

Ibnul Qayyim mengatakan, “Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci memerintahkan untuk bertanya kepada mereka (ahli ilmu) dan merujuk kepada pendapat-pendapat mereka. Allah juga menjadikannya sebagaimana layaknya persaksian dari mereka. Allah berfirman yang artinya, “Dan tidaklah Kami mengutus sebelummu kecuali para lelaki yang Kami wahyukan kepada mereka: bertanyalah kepada ahli dzikir apabila kalian tidak mempunyai ilmu.’ (QS. An Nahl [16]: 43). Sehingga makna ahli dzikir adalah ahli ilmu yang memahami wahyu yang diturunkan Allah kepada para nabi.” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 24)

Keempat: Kebenaran Akan Tampak Bagi Ahli Ilmu

Ibnul Qayyim mengatakan, “Allah Yang Maha Suci memberitakan mengenai keadaan orang-orang yang berilmu; bahwa merekalah orang-orang yang bisa memandang bahwa wahyu yang diturunkan kepada Nabi dari Rabbnya adalah sebuah kebenaran. Allah menjadikan hal ini sebagai pujian atas mereka dan permintaan persaksian untuk mereka. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang diberikan ilmu bisa melihat bahwa wahyu yang diturunkan dari Rabbmu itulah yang benar.” (QS. Saba’ [34]: 6).” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 24)

Kelima: Segala Sifat Terpuji Bersumber dari Ilmu

Ibnul Qayyim mengatakan, “Sesungguhnya seluruh sifat yang menyebabkan hamba dipuji oleh Allah di dalam al-Qur’an maka itu semua merupakan buah dan hasil dari ilmu. Dan seluruh celaan yang disebutkan oleh-Nya maka itu semua bersumber dari kebodohan dan akibat darinya…” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 128). Beliau juga menegaskan, “Dan tidaklah diragukan bahwasanya kebodohan adalah pokok seluruh kerusakan. Dan semua bahaya yang menimpa manusia di dunia dan di akhirat maka itu adalah akibat dari kebodohan…” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 101)

Kebahagiaan Ilmu

Ibnul Qayyim mengatakan, “Adapun kebahagiaan ilmu, maka hal itu tidak dapat kamu rasakan kecuali dengan cara mengerahkan segenap kemampuan, keseriusan dalam belajar, dan niat yang benar. Sungguh indah ucapan seorang penyair yang mengungkapkan hal itu,

Katakanlah kepada orang yang mendambakan
Perkara-perkara yang tinggi lagi mulia
Tanpa mengerahkan kesungguhan
Berarti kamu berharap sesuatu yang mustahil ada

Penyair yang lain mengatakan,

Kalau bukan karena faktor kesulitan
Tentunya semua orang bisa menjadi pimpinan

Sifat dermawan membawa risiko kemiskinan

Sebagaimana sifat berani membawa risiko kematian

(Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 111)

Beliau juga mengatakan, “Berbagai kemuliaan berkaitan erat dengan hal-hal yang tidak disenangi (oleh hawa nafsu, pen). Sedangkan kebahagiaan tidak akan bisa dilalui kecuali dengan meniti jembatan kesulitan. Dan tidak akan terputus jauhnya jarak perjalanan kecuali dengan menaiki bahtera keseriusan dan kesungguh-sungguhan. Muslim mengatakan di dalam Sahihnya, Yahya bin Abi Katsir berkata: ‘Ilmu tidak akan diraih dengan tubuh yang banyak bersantai-santai.’ Dahulu ada yang mengatakan, ‘Barangsiapa yang menginginkan hidup santai (di masa depan, pen) maka dia akan meninggalkan banyak bersantai-santai’.” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 112)

Inilah sekelumit pelajaran dan motivasi bagi para penuntut ilmu. Semoga yang sedikit ini bisa menyalakan semangat mereka dalam berjuang membela agama-Nya dari serangan musuh-musuh-Nya. Sesungguhnya pada masa yang penuh dengan fitnah semacam ini kehadiran para penuntut ilmu yang sejati sangat dinanti-nanti. Para penuntut ilmu yang berhias diri dengan adab-adab islami, yang tidak tergoda oleh gemerlapnya dunia dengan segala kepalsuan dan kesenangannya yang fana. Para penuntut ilmu yang bisa merasakan nikmatnya berinteraksi dengan al-Qur’an sebagaimana seorang yang lapar menyantap makanan. Para penuntut ilmu yang senantiasa berusaha meraih keutamaan di waktu-waktunya. Para penuntut ilmu yang bersegera dalam kebaikan dan mengiringi amalnya dengan rasa harap dan cemas. Para penuntut ilmu yang mencintai Allah dan Rasul-Nya di atas kecintaannya kepada segala sesuatu. Bergegaslah, sambut hari esokmu dengan ilmu! Janganlah kau larut dalam arus kebanyakan orang yang tidak berilmu.

Semoga tulisan yang singkat ini bermanfaat bagi penulis dan pembacanya di hari yang tidak berguna lagi harta dan keturunan kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Wisma As Sunnah, Sabtu 11 Jumadil Ula 1429

***

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Muraja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id

 

Kelalaian

Banyak orang kaget dan terperangah ternyata setahun sudah usianya berlalu. Mereka tidak merasa jam demi jam berlalu, hari demi hari bahkan bulan demi bulan. Seakan-akan setahun berlalu dengan tiba-tiba tanpa memberi peringatan terlebih dahulu. Setelah setahun berlalu mereka buru-buru mengadakan evaluasi amal.

 

Demi Allah, ini adalah tanda kelalaian, panjang angan-angan dan bergantung dengan dunia seakan-akan tinggal di dunia selamanya. Siapa di antara kita yang tidak akan mati? Siapa di antara kita yang selalu sehat tanpa sakit, kuat tanpa lemah, muda tanpa tua?

Allah berfirman yang artinya, “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan.” (QS al Qashash[28]: 88)

Menunda evaluasi amal, keinginan bertaubat dan beramal shalih setelah genap satu tahun berlalu bukanlah ajaran Salafus Shalih bahkan itu adalah bukti lalai dan panjang angan-angan.

Generasi terbaik umat ini sangat perhatian dengan berlalunya kedipan mata, menit, detik, siang dan malam. Mereka koreksi amal mereka di sepanjang waktu dengan disertai bertaubat dan memperbanyak amal kebajikan yang bisa menghilangkan keburukan dan memutihkan lembar catatan amal.

Demikianlah pandangan mereka tentang kehidupan. Hidup adalah berjalannya menit dan detik bukan berlalunya tahun sebagaimana pandangan kita. Mereka sering merenungkan perjalanan waktu, silih bergantinya jam dan betapa cepatnya umur berkurang. Mereka sangat menyadari hal ini. Mereka siap menghadapi bencana dan petaka yang datang silih berganti seiring datangnya sang waktu. Mereka menyadari bahwa mereka sedang berlomba. Dalam lomba tentu ada yang menang dan ada yang kalah. Sedangkan hasil akhir sebuah perlombaan tidak bisa direvisi atau diganggu gugat. Trofi perlombaan tersebut adalah bahagia selamanya atau sengsara selamanya.

يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ خُلُودٌ فَلَا مَوْتَ وَيَا أَهْلَ النَّارِ خُلُودٌ فَلَا مَوْتَ

“Wahai penduduk surga, kalian kekal. Tidak ada kematian. Wahai penduduk neraka, kalian kekal, tiada kematian.”(HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id al Khudri)

Betapa indahnya orang yang beruntung dan betapa sialnya orang yang merugi

Manusia-manusia pilihan tersebut mengetahui bagaimana harus memfungsikan waktu untuk melakukan hal-hal yang mendatangkan kemuliaan bagi mereka di dunia dan kebahagiaan di akhirat nanti. Mereka habiskan waktu mereka untuk berzikir, bersyukur dan beribadah kepada Allah dengan sebaik-baiknya. Demikianlah perilaku mereka sebelum ajal tiba. Dengan itu mereka mendapatkan kemuliaan di dunia dan adanya rasa cinta yang tertanam dalam lubuk hati generasi sesudahnya. Sedangkan di akhirat maka Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang beramal sebaik-baiknya.

Mereka tiada, ahli maksiat juga tiada. Orang shalih meninggal, orang rusakpun meninggal. Orang yang gemar beribadah mati, orang yang lalai juga mati. Yang bersyukur ataupun tidak, semuanya direnggut oleh malaikat kematian. Yang gemar meneladani Nabi ataupun yang kecanduan bid’ah juga menelan pil pahit kematian. Siapakah yang beruntung di antara mereka dan siapakah yang merugi dari dua golongan tersebut?

Jika orang mengadakan evaluasi amal setiap hari maka apa saja yang diamalkan terpampang jelas di hadapannya. Dia tahu betul apa saja amal buruk atau amal baik yang dia miliki. Dia pun lantas bisa bersyukur kepada-Nya atas taufik-Nya untuk berbuat baik dan bisa segera bertaubat dari segala amal buruknya. Namun jika evaluasi amal ditunda hingga genap satu tahun maka bagaimana mungkin bisa mengingat semua amal keburukan yang sudah dilakukan sepanjang tahun. Setan membuatnya lupa. Panjang angan-angan menguasai dirinya. Nafsunya pun turut memperdaya. Di samping itu secara normal manusia suka melupakan dan menutup mata dari keburukan yang pernah dia lakukan.

Sehingga saat evaluasi akhir tahun, dia pun merasa biasa-biasa saja tanpa beban disebabkan adanya kesalahan besar yang pernah dikerjakan. Pada akhirnya dia buka lembaran tahun berikutnya sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, lalai, ceroboh, meremehkan dan memperturutkan hawa nafsu.

Karenanya salaf shalih tidak pernah membiarkan satu malam pun berlalu tanpa berpikir, merenung, evaluasi amal, memperbaharui taubat, dan memohon maaf serta ampunan-Nya diiringi tangisan.

Generasi emas umat ini tidak pernah menangisi dunia yang tidak bisa direngkuh, popularitas palsu dan jabatan yang hilang. Mereka hanya menyesali waktu yang berlalu tanpa amal shalih.

Ibnu Mas’ud mengatakan, “Aku tidak pernah menyesali sesuatu sebagaimana penyesalannya disebabkan matahari sudah tenggelam yang berarti jatah hidupku berkurang namun amal kebaikanku tidak bertambah”.

Inilah buah dari keyakinan tentang cepatnya perjalanan hidup, habisnya umur tanpa disadari dan pengetahuan tentang betapa manisnya keberuntungan dan betapa pahitnya kerugian.

Oleh karena itu mereka selalu bergerak, meningkatkan diri, memacu prestasi. Mereka benar-benar sadar bahwa hasil akhir dari kecerobohan dalam mengatur hidup hanyalah penyesalan.

Abu Bakar bin ‘Iyyasy demikian heran dengan orang yang menjaga hartanya tapi menelantarkan waktunya. Beliau berkata, “Ada orang yang jika satu dirham uangnya jatuh di jalan akan mengatakan, ‘Inna lillah, uangku sebesar satu dirham amblas’. Ironinya dia tidak pernah berucap, ‘Satu hariku hilang tanpa kumanfaatkan dengan beramal”.

Keadaan yang semisal dengan yang beliau sampaikan mereka buah lalai dari mengingat Allah dan kampung akhirat serta hati yang penuh dengan cinta dan memuja dunia.

Jika malam tiba, Mufadhdhal bin Yunus mengatakan, “Sudah genap sehari umurku berlalu.” Demikian pula jika pagi tiba, beliau menyambutnya dengan berkata, “Genap sudah semalam umurku berkurang”. Saat menjelang meninggal beliau menangis seraya berkata, “Aku sadar dengan beriringnya malam dan siang aku memiliki hari yang sangat menyusahkan, menyedihkan dan menyesakkan. Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan zat yang menetapkan kematian atas makhluknya dan menjadikannya sebagai sebuah keadilan di antara hamba-hambaNya”. Setelah itu beliau membaca firman Allah,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. al Mulk[67]: 2). Beliau kemudian menarik napas panjang lantas tak lama kemudian meninggal.

Saudaraku, betapa banyak hari dan malam yang berlalu tanpa kau sadari? Kapan kita akan sadar dari kelalaian ini? Kapan kita akan bangun dari tidur panjang untuk menyongsong akhirat dan mempertanggungjawabkan amal yang ada di pundak kita. Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”(QS. al Ahzab[33]: 72)

Mereka berusaha sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas amal mereka. Meski demikian mereka tidak menganggap diri mereka telah melakukan yang terbaik. Mereka tetap memandang diri mereka belum berbuat apa-apa. Karena itu mereka khawatir amal mereka ditolak dan tidak ada satupun yang Allah terima.

Ibnul Qayyim berkata, “Siapa saja yang merenungkan keadaan para sahabat tentu akan berkesimpulan bahwa mereka sangat sungguh-sungguh dalam beramal diiringi rasa takut yang begitu mendalam. Sedangkan kita memadukan antara sikap meremehkan amal dengan rasa aman dari siksa Allah.”

Demikian komentar beliau mengenai diri beliau sendiri dan orang yang sezaman dengan beliau. Padahal beliau populer dengan takwa, zuhud dan wara’. Lalu komentar apa yang bisa kita katakan tentang diri kita dan orang-orang di zaman kita saat ini?!

Mufadhdhal bin Yunus bercerita, “Suatu hari aku berjumpa dengan saudara Bani al Harits yang bernama Muhammad bin an Nadhr dalam kondisi murung dan sedih. “Bagaimanakah keadaanmu? Ada apa dengan dirimu”, sapaku. “Satu malam dari umurku sudah berlalu sedangkan aku belum berbuat apa-apa untuk diriku. Satu hari juga sudah berlalu dan aku belum melihat diriku berbuat sesuatu yang berarti. ‘Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un’, jawabnya dengan lugas.

Apakah beliau benar-benar belum berbuat apa-apa? Tentu kita yakin, kata tidak adalah jawaban dari pertanyaan tersebut karena adalah orang yang gemar mengerjakan shalat, berpuasa dan berzikir. Tetapi mereka menilai bahwa mereka belum melakukan apa yang seharusnya mereka kerjakan. Mereka selalu menilai diri mereka belum berbuat yang terbaik padahal mereka telah melakukan yang terbaik dan mereka telah bersusah-payah untuk itu. (Kaifa Nastaqbil ‘Amana al Jadid, hal 3-10, Penerbit Madarul Wathon)

***

Penulis: Ustadz Aris Munandar
Artikel http://www.muslim.or.id

 

Hukum, Waktu dan Jumlah Rokaat Sholat Malam


Hukum sholat malam adalah sunah muakkad. Waktunya adalah setelah sholat ‘isya sampai dengan sebelum waktu sholat shubuh. Akan tetapi, waktu yang paling utama adalah sepertiga malam yang terakhir dan boleh dikerjakan sesudah tidur ataupun sebelumnya.

Sedangkan jumlah rokaatnya paling sedikit adalah 1 rokaat berdasarkan sabda Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam“Sholat malam adalah 2 rokaat (salam) 2 rokaat (salam), apabila salah seorang di antara kamu khawatir akan datangnya waktu shubuh maka hendaklah dia sholat 1 rokaat sebagai witir baginya.” (HR. Bukhori dan Muslim). Dan paling banyak adalah 11 rokaat berdasarkan perkataan ‘Aisyah radhiyallohu ‘anha“Tidaklah Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam sholat malam di bulan romadhon atau pun bulan yang lainnya lebih dari 11 rokaat.” (HR. Bukhori dan Muslim), walaupun mayoritas ulama menyatakan tidak ada batasan dalam jumlah rokaatnya.

Keutamaan Sholat Malam

Ketika menyebutkan ciri-ciri orang yang bertakwa, Alloh Subhanallohu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (QS. Adz Dzariyat: 17-18)

Karena pentingnya sholat malam ini Alloh berfirman kepada Nabi-Nya yang artinya, “Hai orang yang berselimut, bangunlah pada sebagian malam (untuk sholat), separuhnya atau kurangi atau lebihi sedikit dari itu. Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil.” (QS. AlMuzammil: 1-4)

Berikut ini akan kami sampaikan beberapa keutamaan sholat malam dengan tujuan agar seseorang lebih bersemangat dan terdorong hatinya untuk mengerjakannya dan selalu mengerjakannya.

1. Sebab masuk surga.

Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berilah makanan, sambunglah tali persaudaraan dan sholatlah ketika manusia terlelap tidur pada waktu malam niscaya engkau akan masuk surga dengan selamat.” (HR. Ibnu Majah, dishohihkan oleh Al Albani)

2. Menaikkan derajat di surga.

Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh di dalam surga tedapat kamar-kamar yang bagian dalamnya terlihat dari luar dan bagian luarnya terlihat dari dalam. Kamar-kamar itu Alloh sediakan bagi orang yang memberi makan, melembutkan perkataan, mengiringi puasa Romadhon (dengan puasa sunah), menebarkan salam dan mengerjakan sholat malam ketika manusia lain terlelap tidur.” (HR. At Tirmidzi, dihasankan oleh Al Albani)

3. Penghapus dosa dan kesalahan.

Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kalian melakukan sholat malam, karena sholat malam itu adalah kebiasaan orang-orang sholih sebelum kalian, dan ibadah yang mendekatkan diri pada Tuhan kalian serta penutup kesalahan dan sebagai penghapus dosa.” (HR. At Tirmidzi, dihasankan oleh Al Albani)

4. Sholat yang paling utama setelah sholat fardhu.

Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sholat yang paling utama setelah sholat wajib adalah sholat malam.” (HR. Muslim)

5. Kemulian orang yang beriman dengan sholat malam.

Ketika Jibril datang pada Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Hai Muhammad, kemuliaan orang beriman adalah dengan sholat malam. Dan kegagahan orang beriman adalah sikap mandiri dari bantuan orang lain.”(HR. Al Hakim, dihasankan oleh Al Albani)

Akan tetapi disayangkan kebanyakan kaum muslimin meninggalkan sholat malam yang berarti telah menyia-nyiakan keutamaan yang telah Alloh sediakan dikarenakan kemalasan yang ada pada mereka atau pun tergoda dengan gemerlapnya dunia. Dalam riwayat Imam Bukhori disebutkan bahwa ketika Rosululloh ditanya tentang seorang yang tidur sepanjang malam sampai waktu subuh, maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia adalah seorang yang kedua telinganya dikencingi oleh setan.” Hal ini adalah penghinaan setan baginya, lalu bagaimana seorang yang bangun setelah waktu subuh??? Wallohu Musta’an.

***

Penulis: Abu Abdillah Rudi Agus H.
Artikel http://www.muslim.or.id