Posts from the ‘keluarga’ Category

Pendidik Ideal

 

 

 

Oleh : Al Maghriby bin As Sayyid Mahmud Al Maghriby

 

 

Wahai para pendidik, bila kita ingin berhasil dalam mendidik anak maka hendaknya pertama kita mendidik diri kita sendiri dengan komitmen terhadap ajaran Islam yang berkaitan dengan pendidikan dan sunnah nabi. Karena Beliau teladan terbaik dan utama bagi orang tua dan pendidik serta seluruh kaum muslimin.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

 

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا

 

Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu(yaitu) bagi kamu yang mengharap(rahmat) Allah dan RasulNya dan (kedatangan) hari kiamat.

[Al Ahzab : 21]

 

 

PEMAAF DAN MURAH HATI

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

 

وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. [Ali Imran : 134]

 

Allah berfirman.

 

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. [Al A’raaf : 199]

 

Allah berfirman.

 

فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيلَ

Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik. [Al Hijr : 85]

 

Dari Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah bersabda kepada Abdul Qais.

 

إنَّ فِيْكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا الله: الْحِلْمُ وَاْلأنَاة.

Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua sifat yang dicintai Allah, Al Hilm (pemaaf) dan Anah (murah hati). [1]

 

Pemaaf dan murah hati merupakan sifat paling mulia yang harus dimiliki oleh setiap pendidik teladan karena sifat merupakan kebaikan di atas kebaikan. Dan kedua sifat itu sangat dicintai Ar Rahman. Oleh sebab itu seorang pendidik harus menjadi pemaaf dan murah hati apapun yang dilakukan oleh seorang anak. Maka hendaklah menjadi seorang pemaaf dan jangan memberi sanksi kepada anak dalam keadaan marah. Pergaulilah anakmu dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Terimalah apa adanya tidak menuntut yang paling ideal. Luruskan tingkah lakunya, perbaikilah dan didiklah dengan etika dan adab yang baik.

 

Pemaaf merupakan sifat yang mulia yang diberikan Allah kepada para rasul dan para nabi sebagaimana dalam firman-Nya.

 

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَحَلِيمٌ أَوَّاهٌ مُنِيبٌ

Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah. [Huud : 75]

 

Dan pemaaf merupakan sifat yang paling mulia karena Allah mensifati diri-Nya dalam firman-Nya.

 

وَاللهُ غَنِيٌّ حَلِيمُُ

Allah Maha Kaya dan Maha Penyantun. [Al Baqarah :263]

 

 

 

LEMAH LEMBUT DAN MENJAUHI DARI SIFAT KASAR DALAM BERMUAMALAH

 

 

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لَا يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ

Sesungguhnya Allah Maha lemah lembut yang sangat cinta kelembutan dan memberi kepada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada sifat kasar.

 

 

Dari Aisyah bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

إذاَ أرَادَ الله بأِهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أدْخَلَ عَلَيْهِمُ الرِّفْقَ

Jika Allah menghendaki suatu keluarga kebaikan maka Allah memasukkan kepada mereka sikap lemah lembut. [2]

 

Dari Ummul Mukminin Aisyah berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

عَلَيْكُمْ بِالرِّفْقِ إنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِي شَيْءٍ إلاَّ زَانَهُ وَلَا يَنْزِعُ عَنْ شَيْءٍ إلاَّ شَانَهُ

Bersikaplah lemah lembut, sesungguhnya kelembutan tidak ada pada sesuatu kecuali akan membuatnya indah dan tidak dicabut dari sesuatu kecuali membuatnya rusak. [3]

 

Dari Jarir bin Abdullah berkata aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

مَنْ يُحْرَمْ الرِّفْقَ يُحْرَمْ الْخَيْرَ كُلَّهُ

Barangsiapa yang tidak diberi sifat kelembutan maka ia tidak memiliki kebaikan sama sekali.[4]

 

 

Dari Abu Hurairah berkata bahwa kami pernah shalat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Isya’ dan ketika Beliau sujud, Hasan dan Husain melompat ke atas punggungnya. Ketika Beliau bangkit dari sujud Beliau mengambil keduanya lalu diletakkan dengan pelan-pelan, dan bila Beliau sujud keduanya kembali naik ke punggungnya. Dan ketika Beliau shalat keduanya dipisah tempat sebagian di letakkan pada suatu tempat dan yang lain pada tempat yang lain, lalu aku datang kepada Beliau,” Wahai Rasulullah, boleh tidak aku membawa keduanya kepada ibunya?” Beliau bersabda,” Jangan”. Tapi ketika kilat bersinar maka Beliau bersabda,” Bawalah keduanya untuk menemui ibunya”. Maka keduanya berjalan di tengah terangnya sinar hingga masuk rumah. [5]

 

 

 

 

 

 

BERHATI PENYAYANG

 

Sifat penyanyang harus dimiliki oleh setiap pendidik yang menginginkan keberhasilan dalam mendidik anak

 

Imam Al Bazzar meriwayatkan dari Ibnu Ummar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

“Sesungguhnya Allah tidak menyanyangi orang yang tidak sayang kepada anaknya, demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya tidak akan masuk surga kecuali orang penyanyang. Kami berkata: Wahai Rasulullah setiap kami menjadi orang penyanyang, Beliau bersabda: Seorang penyanyang bukanlah orang yang menyanyangi temannnya tapi menyanyangi semua umat manusia”. [6]

 

Dari Abu Umamah bahwa seorang wanita datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dua orang anak lalu Beliau memberinya tiga butir kurma, maka wanita tersebut memberikan satu butir kurma kepada masing-masing anak, kemudian salah seorang di antara anaknya menangis lalu ia membelah satu kurma menjadi dua lalu masing-masing anak diberi separuh kurma, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

وَالِدَاتٌ حَامِلَاتٌ رَحِيْمَاتٌ بِأوْلاَدِهِنَّ لَوْ لاَ مَا يَصْنَعْنَ بأزْوَاجِهِنَّ دَخَلَ مُصَلَّياَتِهِنَّ الْجَنْةَ

 

Orang tua wanita yang hamil lagi penyanyang terhadap anak-anaknya, jika bukan karena kesalahan yang mereka perbuat terhadap suami mereka maka ia akan masuk surga bersama tempat shalatnya.[7]

 

Dari Ubadah bin Shamith bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يجل كَبِيْرَناَ وَيَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفُ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ

 

Bukan termasuk umatku orang yang tidak menghormati yang tua, tidak menyanyangi yang kecil dan tidak mengenal hak orang alim.[8]

 

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ شَرَفَ كَبِيْرِنَا

 

Bukan termasuk golonganku, orang yang tidak sayang kepada yang kecil dan tidak mengenal kedudukan orang yang besar. [9]

 

Dari Anas bin Malik bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُوْقِرْ كَبِيْرَنَا

 

Bukan termasuk golonganku, orang yang tidak sayang kepada yang kecil dan tidak menghormati orang yang besar. [10]

 

Dari Haritsah bin Wahb Al Khuza’i berkata bahwa saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

ألاَ أُخْبِرُكُمْ بِأهْلِ الْجَنَّةِ؟ كُلُّ ضَعِيْفٍ متضعف لَوْ أقْسَمَ عَلَى الله لَأبَرَّهُ ألاَ أُخْبِرُكُمْ بأهْلِ النَّارِ؟ كُلُّ عُتُلٍّ جوظ مُسْتَكْبِرٍ.

 

Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang penghuni surga? Setiap orang yang lemah lagi dianggap hina, bila ia bersumpah atas nama Allah maka Allah akan mengabulkannya. Maukah kalian aku kabarkan tentang penghuni neraka? Setiap orang yang congkak, dungu lagi sombong.[11]

 

 

KETAKWAAN

 

Allah Ta’ala berfirman:

 

يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ

 

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya.

[Ali Imran : 102]

 

Allah Azza wa Jalla berfirman.

 

فَاتَّقُوا اللهَ مَااسْتَطَعْتُمْ

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. [At Taghaabun : 16]

 

 

Allah Azza wa Jalla berfirman.

 

وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا {2} وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَيَحْتَسِبُ

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang iada disangka-sangka. [Ath Thalaaq : 2-3]

 

 

Allah Azza wa Jalla berfirman.

 

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا

 

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yaang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. [An Nisa’: 9]

 

 

Takwa merupakan kekayaan hakiki yang harus dimiliki oleh setiap para pendidik untuk diwariskan kepada anak cucunya, diajarkan dan ditanamkan kepada mereka serta menjadi perhatian paling utama dan serius bagi seluruh orang tua. Hendaklah orang tua atau pendidik, jangan hanya bisa membuka rekening di berbagai bank, mengumpulkan beberapa bidang tanah dan membangun apartemen untuk diwariskan kepada anak cucunya, akan tetapi yang lebih mulia dari itu semua adalah ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kepada kita tanggung jawab untuk memelihara anak-anak kita dari api neraka sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلآئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادُُ لاَّيَعْصُونَ اللهَ مَآأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَايُؤْمَرُونَ

 

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. [At Tahrim : 6]

 

Ada beberapa perkakataan ulama berkenaan dengan tafsir ayat di atas. Ali Radhiyallahu ‘anhu berkata,”Didiklah dan ajarilah anak-anak kalian”.

 

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Taatilah perintah Allah dan hindarkanlah diri kalian dari perbuatan maksiat serta perintahlah anak-anakmu untuk berdzikir kalian akan selamat dari neraka”.

 

Mujahid rahimahullah berkata, ”Bertakwalah kamu kepada Allah dan berwasiatlah kepada anakmu dan keluargamu agar bertakwa kepada Allah”.

 

Qatadah berkata,” Hendaklah engkau memerintahkan mereka berbuat ketaatan dan melarang dari perbuatan maksiat serta menegakkan agama. Hendaklah kamu menyuruh dan membantu mereka berbuat ketaatan dan engkau jauhkan mereka dari perbuatan maksiat”.

 

Dhahhak dan Muqatil berkata,”Setiap muslim wajib mendidik keluarga, kerabat, dan para pembantu serta pekerjanya agar melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya”.[12]

 

Rasulullah telah memerintahkan kepada kita agar melindungi putera-puteri kita dengan takwa kepada Allah dan silaturrahmi dengan kerabat dan famili.

 

Dari Nu’man bin Basyir bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

اِتَّقُوْا الله وَاعْدِلُوْا بَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ.

Bertakwalah kepada Allah dan bersikap adil kepada sesama anak-anak kalian.[13]

 

 

Dari Ibnu Asakir dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata.

 

اِتَّقُوْا الله وَصِلُوْا أَرْحاَمَكُمْ.

Bertakwalah kalian kepada Allah dan sambunglah silaturrahmi kepada kerabat kalian. [14]

 

 

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Berbuatlah baik kepada orang tua kalian maka anak-anak kalian akan berbuat baik kepada kalian, serta bersikaplah pemaaf maka isteri-isteri kalian akan menjadi pemaaf”.[15]

 

Barangsiapa yang tidak sayang terhadap dirinya maka sebagai orang hendaklah sayang kepada anak-anaknya, dengan berbuat baik kepada orang tua agar putera-puterinya diberi taufik Allah Subhanahu wa Ta’ala berbuat baik kepadanya sehingga mereka terjauh dari durhaka kepada kedua orang dan terhindar dari murka Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

 

 

LEMAH LEMBUT DALAM BERMUAMALAH DENGAN ANAK

 

Allah berfirman.

 

لاَتَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَامَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِّنْهُمْ وَلاَتَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِيَن

Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. [Al Hijr : 88]

 

Allah berfirman.

 

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي اْلأَمْرِ

 

Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka itu. [Ali Imran : 159]

 

Dari Abdullah Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

ألاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَنْ يُحْرَمُ عَلَى النَّارِ أوْ بِمَنْ تُحْرَمُ عَلَيْهِ النَّارُ؟ تُحْرَمُ عَلَى قَرِيْبٍ هِيْنٍ لَيِّنٍ سَهْل.

Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang yang haram masuk neraka atau neraka diharamkan baginya? Setiap orang dekat, mudah, lemah lembut dan membuat semua urusan gampang.[16]

 

 

Dari Ummul Mukminin, Aisyah berkata,” Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam disuruh untuk memilih dua urusan pasti selalu memilih yang paling ringan di antara keduanya selagi tidak ada unsur dosa namun bila mengandung unsur dosa maka Beliau orang yang paling jauh darinya. Tidak pernah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam balas dendam untuk kepentingan diri sendiri kecuali bila aturan Allah dilecehkan maka Beliau membelanya karena Allah. [17]

 

 

Lemah lembut dan mempermudah masalah bukan berarti berlebihan dalam memanjakan anak sehingga hal itu akan menjadi faktor paling berbahaya dalam menghancurkan akhlak, jati diri dan kepribadian anak. Kebanyakan para pemuda yang rusak dan nakal yang tidak memiliki tujuan dan prinsip hidup, berasal dari sikap manja dan tidak serius dalam mendidik anak. Maka sikap manja yang berlebihan akan berakibat fatal pada masa depan anak dan menyengsarakan keluarga bahkan menyusahkan semua anggota masyarakat sehingga akan hidup dalam kehancuran, kesesatan dan dekadensi moral serta berada dalam kehidupan tanpa pegangan dan prinsip serta tujuan yang jelas.

 

 

Syaikh Muhammad Khidir Husain berkata,” Kebanyakan pengendali dan pengelola rumah tangga kurang faham terhadap pentingnya tarbiyah sehingga bersikap teledor dengan menuruti segala kemauan anak dan membiarkan anak menikmati kepuasan hidup sesuka hatinya. Bahkan orang tua terkadang menyanjung tindakan itu di hadapan orang lain. Orang tua berlebihan memberi komentar positif sementara tanpa berhitung akibat yang ditimbulkan. Sangat buruk usaha orang tua dalam membuat tipuan pada anak seandainya para orang tua mengetahui akibat buruknya. Tindakan itu hanya sebuah usaha perangkap bagi anak yang menjauhkan dari etika bagus dan merusak kebahagian anak dunia dan akhirat”.

 

Seorang pendidik hendaknya menyeimbangkan antara sikap lemah lembut dan sikap tegas. Setiap pendidik dalam muamalah dan interaksi dengan anak harus memadukan secara seimbang dan serasi antara sikap lemah lembut dan tegas dehingga setiap tindakan penuh dengan hikmah.

 

 

 

 

 

 

MENJAUH DARI SIKAP MARAH

 

 

Dari Abu Hurairah bahwa ada seorang yang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,” Wahai Rasulullah berilah wasiat kepadaku” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

لاَ تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا, قَالَ: لاَ تَغْضَبْ

Jangan engkau marah, Beliau mengulangi berkali-kali, Beliau bersabda:,”janganlah kamu marah”.

 

 

Dari Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ

Janganlah marah maka bagimu surga.

 

 

Dari Muadz bin Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يَنْفَذَهُ دَعَاهُ الله سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى رُؤَسَاءِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيَّرَهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ مَا شَاءَ.

 

Barangsiapa yang menahan dendam atau marah sementara ia mampu untuk melampiaskan maka Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari kiamat hingga disuruh memilih bidadari yang ia sukai.

 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

لَيْسَ الشَّدِيْدَ بِالصَّرَعَةِ, إنَّمَا الشَّدِيْدُ مَنْ يَمِلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.

Bukanlah orang yang kuat adalah orang yang pandai bertengkar akan tetapi orang kuat adalah orang yang mampu menahan diri ketika marah.

 

 

Diriwayatkan bahwa Zainal Abidin Ali bin Husain memiliki budak yang memecahkan kendi yang terbuat dari keramik. Lalu pecahan kendi mengenai kaki Zainal Abidin hingga luka, maka anak itu sontak berkata,”Allah berfirman,” Orang-orang yang menahan dendam dan amarah”. Zainal Abidin berkata,” Aku telah berusaha menahan dendam dan amarahku”. Lalu anak itu berkata,”Allah berfirman,” Dan memaafkan manusia”. Lalu Beliau menjawab,” Aku telah memaafkan”. Ia berkata,” Allah berfirman,” Dan sangat mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan”. Maka Zainal Abidin berkata,” Sekarang juga kamu menjadi orang yang merdeka karena Allah”.

 

 

Betapa indahnya sikap pemaaf dan menahan marah, betapa eloknya buah keduanya sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang hakim ketika memutuskan masalah dalam keadaan marah.

 

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 

لاَ يَقْضِيَنَّ حَاكِمٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ وَهُوَ غَضْبَانُ

 

Janganlah seorang hakim memutuskan hukum di antara dua orang sementara dalam keadaan marah.

 

Pernah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk memberi sanksi kepada orang dengan pukulan, namun ketika hukuman hendak ditegakkan maka Beliau berkata,”Batalkan hukuman itu”, lalu Beliau ditanya sebabnya, maka Beliau menjawab,”Aku merasa sedang marah dan aku khawatir memutuskan hukuman dalam keadaan sedang marah”.

 

Abu Hasan berkata ,”Begitulah seharusnya sikap pendidik agar mampu menghasilkan anak didik yang bagus dan handal maka tidak boleh seorang pendidik memberi sanksi kepada anak hanya karena ingin melampiaskan dendam dan amarah dalam dada. Dan bila hal itu terjadi berarti anda telah menjatuhkan hukuman kepada putera-puteri kaum muslimin untuk memuaskan hati belaka dan demikian itu jelas tidak adil”.

 

Ibnu Qayyim berkata,”Sumber kerusakan moral berasal dari empat hal; kebodohan, kedzaliman, syahwat dan kemarahan. Sebab marah akan menimbulkan sikap sombong, dengki, hasud, permusuhan dan kehinaan”.

 

 

 

BERSIKAP ADIL DAN TIDAK PILIH KASIH

 

Adil dalam mendidik anak merupakan pilar utama pendidikan dalam islam yang tidak boleh tidak. Karena langit dan bumi tegak hanya di atas keadilan. Hendaknya orang tua bersikap adil dan tidak mengutamakan satu dengan yang lainnya di antara putera-puterinya baik dalam masalah materi seperti pemberian, hadiah atau dalam masalah non materi seperti kasih sayang, perhatian dan kecintaan. Perasaan cinta secara adil antara anak akan menciptakan kehidupan saling tolong menolong serta perhatian kepada orang lain, sehingga anak akan tumbuh besar jauh dari sikap egoisme, ananiyah dan senang menyendiri serta merasa paling hebat di antara yang lain. Bahkan anak tubuh besar membaa kebiasaan gemar mengutamakan orang lain dan tidak suka menciptakan pertengkaran di antara teman-teman dan saudaranya hanya karena masalah sepele. Maka bersikap adil dan tidak pilih kasih merupakan akhlak mulia yang diperlukan dalam segala urusan.

 

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki yang berada di depan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu puteranya datang kepadanya, kemudian ia menciumnya dan mendudukkan di samping kanannya, kemudian datang puterinya lalu ia dudukkan di hadapannya maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihin wa sallam bersabda,”Kenapa engkau tidak menyamakan antara keduanya?

 

Dari Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘anhu bahwa bapaknya datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama anaknya lalu ia berkata,” Saya memberi anakku ini suatu pemberian”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” Apakah engkau memberikan kepada setiap anakmu seperti itu? Ia menjawab:,”Tidak”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Minta kembali pemberian itu dan bertakwalah kepada Allah dan bersikaplah adil antara anakmu”.

 

Demi memenuhi panggilan di atas maka para pendidik harus bersikap adil di antara anak-anak dan tidak bersikap diskriminasi sesama anak baik dalam masalah sepele atau besar, karena sikap demikian akan mencipkan kebencian dalam dada dan menumbuhkan benih kedengkian dan kekecewaan serta menyebabkan sifat pengecut, takut, tidak percaya diri, putus asa dalam hidup dan suka menodai hak orang serta membangkang. Bahkan akan menimbulkan berbagai macam penyakit kejiwaan, perasaan rendah diri dan dekadendi moral dan keganjilan prilaku dalam hidup.

 

Allah yang Maha Tinggi dan Maha Mampu telah menyuruh kita semua agar bersikap adil dan mengharamkan sikap dzalim atas diri-Nya serta dijadikan hal itu haram di antara kita. Begitu juga Rasulullah mengajak kepada kita semua agar bersikap adil dan meninggalkan kedzaliman sebab kedzaliman akan mendatangkan kegelapan.

 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ.

 

Setiap persendian dari tubuh manusia ada shodaqohnya. Dalam setiap hari selagi matahari terbit engkau berbuat adil diantara dua orang hal itu merupakan sedekah.

 

Dari Ubadah bin Shamith Radhiyallahu ‘anhu berkata,” Kami berbaiat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap setia dalam kesulitan dan kemudahan, dalam keadaan semangat dan kendor serta setia kepada pemimpin dalam keadaan dzalim kepada kita dan tidak mengambil kekuasaan orang lain dengan paksa serta hendaknya kami berbicara kebenaran apa adanya tidak takut terhadap celaan orang yang mencela”.

 

Dalam riwayat Nasa’i “Hendaknya kami bersikap adil di di mana saja kita berada.

 

 

Dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

 

إنَّ الْمُقْسِطِيْنَ عِنْدَ الله عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ عَلَى يَمِيْنِ الرَّحْمَنْ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِيْنٌ الَّذِيْنَ يَعْدِلُوْنَ فِي حُكْمِهِمْ أَهْلَهُمْ وَمَا وَلَّوْا.

 

Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah akan berada di atas mimbar dari cahaya yang berasal dari sisi kanan Ar Rahman dan kedua tangan-Nya adalah kanan, orang-orang yang bersikap adil dalam memutuskan hukum dan kepada keluarganya.

 

 

Wahai pendidik, ketahuilah boleh jadi ada anak baik sementara tumbuh besar dari tengah-tengah kesesatan dan penyelewengan akhlak. Bahkan ada anak yang baik tumbuh dari keluarga yang tidak mengenal agama atau keluarga yang beragama sesat. Dan terkadang ada orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendidik anak ternyata mengalami kegagalan. Maka ketahuilah hidayah dan taufik hanya datang dari Allah sehingga tugas kita hanya berusaha dan ikhtiar dengan disertai sikap tawakkal kepada Allah karena Dialah yang menentukan semua hasil usaha.

 

Wahai saudaraku, berusahalah dengan sekuat tenaga untuk memberi contoh dan teladan baik bagi anak-anakmu karena tingkah laku merupakan cerminan hati maka hendaklah anak-anakmu selalu melihat kebaikan dari semua urusanmu sekecil apapun sebab mendidik para pendidik lebih utama karena itu sangat menentukan hasil usaha karena orang tidak mempunyai sesuatu tidak akan bisa memberi maka agar tidak tidak dicela oleh zaman, tempat dan kesulitan serta musuh maka hendaknya kita harus mendidik diri secara baik.

 

 

Seorang penyair berkata.

 

نَعِيْبُ زَمَانَنَا وَالْعَيْبُ فِيْنَا * وَمَا لِزَمَانِنَا عَيْبُ سِوَاناَ

وَنَهْجُوْ ذَا الزَّمَانِ بِغَيْرِ ذَنْبٍ * وَلَوْ نَطَقَ الزَّمَانُ لَنَا هَجَانَا

 

Kita sering mencela zaman dan keadaan padahal kesalahan ada pada kita sementara keadaan tidak mungkin menyimpan kesalahan kalau kita tidak melakukan kesalahan.

 

Kita mencaci maki keadaan tanpa suatu kesalahan padahal seandainnya keadaan bisa berbicara maka ia akan balik mencela kita.

 

Ketika umat Islam meninggalkan manhaj Islam dan sunnah Nabi maka mereka berada dalam kegelapan hidup, tidak sensitif terhadap kemungkaran, mengekor kepada budaya dan tradisi barat dan timur baik model pakaian dan model rambut maka di antara mereka ada yang memotong rambutnya mirip rambut anjing, armbut kucing dan berpakaian menyerupai perempuan serta kebiasaan menari, berjoget, menyanyi dan pamer keindahan tubuh dan aurat. Umat kita kehilangan jati diri dan kepribadian ditelan oleh sikap mengekor dan meniru orang-orang barat dan kafir sementara secara tak sadar kaum muslimin telah dijadikan musuh sebagai sasaran proyek penyesatan dan westernisasi karena prinsip pemikiran Yahudi adalah merusak generasi umat lain agar negara Yahudi raya berdiri tegak.

 

Wahai saudaraku, anjurkan kepada keluargamu agar tetap berpegang teguh dengan agama Allah dalam setiap keadaan dan ciptakan keluarga rabbani yang terdidik berdasarkan cahaya ilahi dan sunnah nabi Muhammad. Bermanhaj Islam, berdiri atas kalimat La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah, bermoto kami menyembah kepada Allah dan hanya meminta pertolongan kepada-Nya. Dengan demikian generasi bangsa akan baik dan agama Islam akan kokoh serta umat Islam akan jaya menjadi pengendali umat lain di atas muka bumi.

 

 

 

 

 

 

————-

(Diangkat dari kitab bertajuk “Kaifa Turabbi Waladan Salihan” karya Al Akh Al Maghriby bin As Sayyid Mahmud Al Maghriby semoga Allah menjaganya) Ummu Rasyidah)

 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun VIII/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]

_______

Footnote

[1]. Riwayat muslim 17,18 dan dikeluarkan Abu Dawud 5225,

[2]. Riwayat Ahmad 6/71, 104) da tarikh Bukhari 1/412, Sya’bul Iman Oleh Baihaqi (6560, 7766) dari Aisyah

[3]. HR. Muslim 2594

[4]. HR. Muslim 2592

[5]. Riwayat Ahmad 2/513dan Thabrani di dalam Al Kabair2659, hakim di dalam Mustadrak 3/183 sanad shahih, Dzahabi berkata Shahih lihat Majmu’ Zawaid 9/181.

[6]. Riwayat Abu Ya’la 4258, Ishaq 401, Dha’if jami’1927 dan Adhaifah 3194.

[7]. Riwayat Ibnu Majah 2013 dan Hakim di dalam Mustadrak 3/173 Hakim berkata Sanad shahih atas syaradari Syaikhani dan ia tidak mengeluarkan

[8]. Hasan Riwayat Imam Ahmad (5/323) Ath Thabrani 8/167,232) Shahih Jami’2/5444

[9]. Shahih. Riwayat Abu Dawud 4943, Tirmidzi 1921, dikeluarkan Ahmad bin Hanbal 2/75, Shahih Jami’ 2/5444

[10]. Shahih :Riwayat Tirmidzi Shahih Jami’ 2/5445 Ash Shahihah 2190

[11]. HR. Bukhari 4918, 2071,2257 dan Muslim 2190, 2803

[12]. Tafsir Ibnu Katsir 4/502

[13]. HR. Bukhari 5/155, 157 dan Muslim 1623

[14]. Hasan: Ibnu Asakir (57/317), Di dalam silsilah Hadits Shahih 769, shahih Jami’ shaghir 107

[15]. Riwayat Thabrani di dalam Al Ausath 1002 dan Hakim (4/170-171) dikeluarkan abu Na’im di dalam Akhbara Asbahani 2/48 di dalam Adh Dha’ifah 5/62-64.

[16]. Riwayat Tirmidzi 2488, dia berkata Hadits Hasan, di dalam Ash Shahihah 938, Shahih Jami’ Shaghir 1/2609, Nahwa 2490.

[17]. Muttafaqun’alaih:Bukhari 6/419, 420 dan Muslim 2327.

 

http://almanhaj.or.id/

 

AKU MENCINTAINYA

KUAKUI BAHWA AKU MENCINTAINYA …

Ya, aku memang mencintainya. Aku mencintainya mengalahkan cinta seseorang kepada kekasihnya. Bahkan manakah cinta orang-orang yang jatuh cinta dibanding cintaku ini?!

Ya, aku mencintainya. Bahkan demi Allah, aku merindukannya. Aku merasakan sentuhannya yang lembut, menyentuh relung hatiku. Aku tidak mendengarnya melainkan rinduku seakan terbang ke langit, lalu hatiku menari-nari dan jiwaku menjadi tentram.

Aku mecintaimu duhai perkataan yang baik

Aku mencintaimu duhai perkataan yang lembut

Aku mencintaimu duhai perkataan yang santun.

Alangkah indahnya ketika seorang anak mencium tangan ibunya seraya berkata, “Semoga Allah menjagamu ibu”.

Alangkah eloknya ketika seorang ayah senantiasa mendo’akan anaknya, “Ya Allah ridhoilah mereka, dan bahagiakan mereka di dunia dan akhirat”.

Alangkah bagusnya ketika seorang istri menyambut kedatangan suaminya dengan senyuman seraya berkata, “Semoga Allah tidak menjauhkan kami darimu, rumah ini serasa gelap tanpa dirimu”.

Alangkah baiknya ketika istri melepaskan kepergian suami bekerja di pagi hari, ia berkata, “Jangan beri kami makan dari yang haram, kami tidak sanggup memakannya”.

Kalimat dan ungkapan yang indah, bukankah begitu? Bukankah kita berharap kalimat dan ungkapan seperti ini dikatakan kepada kita? Bukankah setiap kita berangan-angan mengatakan kalimat-kalimat seperti ini kepada orang-orang yang dicintainya? Akan tetapi kenapa kita tidak atau jarang mendengarnya?

Penyebabnyanya adalah kebiasaan. Barangsiapa yang membiasakan lisannya mengucapkan kata-kata yang lembut berat baginya untuk meninggalkannya, begitu pula sebaliknya.

Orang yang terbiasa memanggil istrinya dengan kata “kekasihku” sulit baginya memanggil istrinya seperti sebagian orang memanggil istrinya, ‘Hei ..hai ..”. atau “Kau ..” dan lain sebagainya.

Barangsiapa yang terbiasa memulai ucapannya kepada anaknya, “Ananda, Anakku, Putriku” tidak seperti sebagian lain yang mengatakan, “Bongak .. jahat ..setan!” maka ia berat mengucapkan selain itu.

Kenapa kita tidak bisa mengucapkan satu ungkapan cinta saja kepada anak-anak kita, ibu kita, dan keluarga kita? Jika adapun kalimat tersebut keluar dengan malu-malu.

Kenapa lisanmu terkunci di dekat istrimu atau dihadapan ayah dan ibumu, sedangkan dihadapan temanmu, kata-katamu begitu mesra?!

Biasakanlah – misalnya- mengucapkan kepada ibumu, “Ibu, do’akan kami. Apakah ibu ingin titip sesuatu agar ananda beli sebelum ananda berangkat?”

Biasakanlah mengucapkan kepada anakmu kata-kata (sayangku, anakku) dan apabila ia mengambilkan sesuatu untukmu seperti segelas air katakana kepadanya Jazakallah atau ungkapan terima kasih.

Jika putra atau putrimu meminta sesuatu darimu dan engkau sanggup memberikannya serta itu baik untuknya katakanlah kepada mereka dengan tulus, “Dengan sepenuh hati, ayah akan bawakan untukmu”.

Cobalah kata-kata dan kalimat yang lembut dan senyuman yang manis, lalu lihatlah hasilnya!

Lihatlah bagaimana Nabi kita shollallahu ‘alaihi wa sallama berbicara kepada anak istrinya.

Perhatikanlah kelembutan hatinya, serta keindahan tutur katanya.

Beliaulah sebaik-baik suri teladan.

http://abuzubair.net/aku-mencintainya/

 

Pasutri dalam Rumah Tangga yang Ideal

Oleh Ust Yazid bin Abdul Qadir Jawas

 

Menurut ajaran Islam, rumah tangga yang ideal adalah rumah tangga yang diliputi sakinah (ketentraman jiwa), mawaddah (rasa cinta), dan rahmah (kasih sayang).

 

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya :

 

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)- Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir. (Q.S ar-Rum [30] :21).

 

Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami atau istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, harus tahu pula hak dan kewajibannya, memahami tugas dan fungsinya masing-masing, melaksanakan tugasnya itu dengan penuh tanggung jawab, ikhlas serta mengharapakan ganjaran dan ridho dari Alloh Ta’ala.

 

Sehingga, upaya mewujudkan pernikahan dan rumah tangga yang mendapat keridhoan Allah ‘Azza wa Jalla dapat menjadi kenyataan. Akan tetapi, mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan  manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia justru dilanda kemelut perselisihan dan percekcokan.

 

Apabila terjadi perselisihan dalam rumah tangga, maka harus ada upaya ishlah (mendamaikan) . Yang harus pertama kali dilakukan oleh suami dan istri adalah lebih dahulu saling introspeksi, menyadari kesalahan masing-masing, dan saling memaafkan, serta memohon kepada Allah agar disatukan hati, dimudahkan urusan dalam ketaatan kepada-Nya, dan diberikan kedamaian dalam rumah tangganya.

 

Jika cara tersebut gagal, maka harus ada juru damai dari pihak keluarga suami maupun istri untuk mendamaikan antara keduanya. Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq kepada pasangan suami istri tersebut.

 

Apabila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu “perceraian”.

 

Syeikh musthofa al-Adawi berkata : “Apabila masalah antara suami istri semakin memanas, hendaklah keduanya saling memperbaiki urusan keduanya, berlindung kepada Alloh dari setan yang terkutuk, dan meredam perselisihan antara keduanya, serta mengunci rapat setiap pintu perselisihan dan jangan menceritakannya kepada orang lain.

 

Apabila suami marah sementara istri ikut emosi, hendaklah keduanya berlindung kepada Alloh, berwudhu dan sholat dua roka’at. Apabila keduanya sedang berdiri, hendaklah duduk, apabila keduanya sedang duduk, hendaklah berbaring, atau hendaklah salah seorang dari keduanya, mencium, merangkul, dan menyatakan alasan kepada yang lainnya. Apabila salah seorang berbuat salah, hendaklah yang lain segera memaaafkan karena mengharap wajah Alloh semata.”[1]

 

Di tempat lain beliau berkata : “Sedangkan berdamai adalah lebih baik, sebagaimna yang difirmankan oleh Alloh Ta’ala. Berdamai lebih baik bagi keduanya daripada berpisah dan bercerai. Berdamai  lebih baik bagi anak dairpada mereka terlantar (tidak terusus). Berdamai lebih baik daripada bercerai. Perceraian adalah rayuan iblis dan termasuk perbuatan Harut dan Marut.

 

Allah berfirman (yang artinya)  :

 

…..Maka mereka mempelajari dari keduanya (Harut dan Marut) apa yang dapat  memisahkankan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka tidak dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Alloh ….( QS. A-Baqoroh [2]:102).

 

Di dalam Shohih Muslim dari sahabat Jabir bin Abdulloh Rhodiyallaahu ‘anhuma ia berkata : Rosulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas lautan. Kemudian ia mengirimkan bala tentaranya. Tentara yang paling dekat kedudukannya dengan iblis adalah yang menimbulkan fitnah paling besar kepada manusia. Seorang dari mereka datang dan berkata : ‘Aku telah lakukan ini dan itu .’ Iblis menjawab : ‘engkau belum melakukan apa-apa’. Nabi melanjutkan: “ lalu datanglah seorang dari mereka dan berkata: “Tidaklah aku meninggalkannya sehingga aku berhasil memisahkan ia (suami) dan istrinya. Beliau melanjutkan : “Lalu Iblis mendekatkan kedudukannya. ‘Iblis berkata sebaik-baik pekerjaan ialah yang telah engkau lakukan.’” [2]

 

Ini menunjukkan bahwa perceraian adalah perbuatan yang dicintai setan.

 

Apabila dikhawatirkan terjadinya perpecahan antara suami istri, hendaklah hakim atau  pemimpin mengirim dua orang juru damai. Satu dari pihak suami dan satu lagi dari pihak istri untuk mengadakan perdamaian antara keduanya. Apabila keduanya damai, maka Alhamdulillah. Namun apabila permasalahan terus berlanjut antara keduanya kepada jalan yang telah digariskan dan keduanya tidak mampu menegakkan batasan-batasan Alloh (syariat dan hukum-hukumNya) di antara keduanya. Yaitu istri tidak mampu lagi menunaikan hak suami yang disyariatkan dan suami tidak mampu menunaikan hak istrinya, serta batas-batas Alloh menjadi terabaikan di antara keduanya dan keduanya tidak mampu menegakkan ketaatan kepada Alloh, maka ketika itu urusannya seperti yang Alloh firmankan, yang artinya :

 

Dan jika keduanya bercerai, maka Alloh akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari karunia-Nya Dan Alloh Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha bijaksana.

( Q.S an-Nisa’ [4] : 130 )

 

Allah Taala berfirman yang artinya :

 

Laki-laki (suami) itu adalah pelindung bagi perempuan (istri),  karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang sholih adalah yang ta’at (kepada Allah) lagi menjaga diri  ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah memelihara (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuz [4] hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Alloh Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimkanlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.

( Q.S an-Nisa’ [4] : 34-35 )

Pada hakikatnya, perceraian dibolehkan menurut syariat Islam, dan ini merupakan hak suami. Hak talak (cerai) dalam syari’at islam adalah dibolehkan.

 

Adapun hadits yang mengatakan “perkara halal yang dibenci Alloh adalah talak (cerai), yaitu hadits yang diriwayatkan  oleh Abu Dawud (no. 2178), Ibnu Majah (no.2018) dan al-Hakim (2/196) adalah hadits lemah. Hadits ini dilemahkan oleh Ibnu abi Hatim rahimahullah dalam al-‘Ilal , dilemahkan pula oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Irwa ul Gholil (no.2040).

 

Meskipun talak (cerai) dibolehkan  dalam ajaran islam, tetapi seorang suami tidak boleh terlalu memudahkan masalah ini. Ketika seorang suami akan menjatuhkan talak, ia harus berpikir tentang maslahat (kebaikan) dan mafsadat (kerusakan) yang mungkin timbul akibat perceraian agar jangan sampai membawa kepada penyesalan yang panjang. Ia harus berfikir tentang dirinya, istrinya dan anak-anaknya, serta tanggung jawabnya di hadapan Alloh pada hari kiamat.

 

Kemudian bagi istri, bagaimanapun kemarahannya kepada suami, hendaklah ia tetap sabar dan janganlah sekali-kali ia menuntut cerai kepada suaminya. Terkadang ada istri yang meminta cerai disebabkan masalah kecil atau karena suaminya menikah lagi (berpoligami) atau menyuruh suaminya menceraikan madunya. Hal ini tidak dibenarkan dalam agama islam. Jika si istri masih terus menuntut cerai, maka haram atasnya aroma surga, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam

 

“Siapa saja yang menunutut cerai kapada suaminya tanpa ada alasan  yang benar, maka haram atasnya aroma surga.” [6]

 

Abu Huroirah rahimahullah berkata :

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang : ‘ …. Dan janganlah seorang istri meminta (suaminya) untuk menceraikan saudari (madu)nya agar memperoleh nafkahnya.

 

Dalam agama Islam dibolehkan  poligami (menikahi lebih dari satu istri) dan ini sama sekali bukan untuk menyakiti perempuan atau berbuat zholim kepada perempuan, melainkan disyariaatkan untuk mengangkat derajat perempuan dan menghormati mereka. Sebab poligami telah disyariatkan oleh Alloh yang Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada hamba-hambaNya.

 

Setiap keluarga selalu mendambakan terwujudnya rumah tangga yang bahagia,  diliputi sakinah, mawaddah dan rohmah. Oleh karena itu, setiap suami dan istri wajib menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan syaria’at Islam dan bergaul dengan cara yang baik.

 

Kesimpulannya, wanita tidak boleh meminta cerai dari suaminya tanpa alasan syar’i. Kepada suami istri, hendaklah selalu melaksanakan kewajiban yang Alloh bebankan kepadanya, menjauhi apa-apa yang dilarang, dan selalu berdo’a kepada Alloh agar dikaruniai pasangan dan keturunan yang sholih dan sholihah.

 

“….Wahai Robb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” ( QS. Al-Furqon [25]: 74 )

 

 

Foot note:

————

1. Fiqh Ta’aamu bainaz-Zaujani

2. Hadits shohih : Diriwayatkan Muslim (no 2040)

3. Dinukil dari Fiqh Ta’ammul bainaz-Zaijaini (hal. 87-92) secarara ringkas.

 

4. Nusyuz yaitu meninggalkan kewajibannya selaku istri, seperti meninggalkan rumah tanpa  seizin  suaminya.

5. Hadits shohih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no.2226), Tirmidzi (no. 1187), Ibnu Majah (no. 2055), Darimi(2/162) , Ibnu Jarud (no.748), Ibnu Hibban (no.1320), ath-Thobari dalam Tafsirnya (no. 4843-4844), al-Hakim (2/200), al-Baihaqi (7/316), dari Tsauban rhodiyallaahu ‘anhu.

6. Hadits shohih: Diriwayatkan oleh al-Bukhori (no.2140), Muslim (no.1515 (12)), dan Nasai (7/258)

 

 

———— –

Sumber : diketik ulang dari majalah Al-Mawaddah Edisi ke-8 tahun ke-1 (Maret 2008)  hal 30 dan 55-56. 

 

 

 

Dengan Islam, Kubidik Kebahagiaan Rumah Tanggaku

Tatkala kebahagiaan menjadi suatu tujuan sebuah kehidupan, semua orang pun berlomba menggapainya. Bahkan sangat kentara perlombaan ini, dalam seluruh aktivitas hidup mereka. Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, waktu-waktu itu terpenuhi dengan rangkaian pola kehidupan dengan berbagai gaya maupun cara yang puncaknya adalah usaha meraih kebahagiaan. Ini semua terlepas dari sebuah kesadaran maupun kelalaian individu yang menjalaninya. Yang pasti, tidak ada seorang pun yang riang gembira tatkala merugi atau bahkan celaka di ujung usahanya, namun penyesalan yang tiada guna adanya. Ini meyakinkan kita bahwa tiada satu pun yang tidak menginginkan kebahagiaan.

Seperti itulah individu setiap insan, dan seperti itu pula kiranya yang terdapat pada setiap rumah tangga. Pasutri yang telah mengikat hubungan kuat lagi erat antara keduanya dengan sebuah ikatan suci pernikahan pun mendambakan kebahagiaan. Maka tak heran lagi, bila beraneka ragam pola serta gaya maupun corak serta warna kehidupan rumah tangga pun bisa kita dapatkan dan kita baca. Hal ini tentu tidak lepas dari beragamnya cara pandang setiap rumah tangga tentang kehidupan dan kebahagiaan itu sendiri.

Kebahagiaan dan keberuntungan hidup memang indah, dan bahkan lebih indah dari kata “indah” itu sendiri. Namun dengan segala kelemahan yang ada pada setiap diri insan yang memang diciptakan dengan penuh kelemahan dan kekurangan, hendaknya masing-masing diri setiap pasutri memahami bahwa yang mengetahui hakikat kehidupan serta kebahagiaan adalah Alloh Penciptanya dan Pencipta seluruh alam semesta ini. Alloh dengan syari’at Islam-Nya menjanjikan kebahagiaan dan keindahan, sehingga tidak ada kehidupan serta kebahagiaan yang hakiki selain apa yang telah digariskan oleh Alloh dalam syari’at Islam. Dengan kata lain, kehidupan dan kebahagiaan hakiki itu hanya ada pada Islam. Alloh Ta’ala berfirman:

Barangsiapa yang mengerjakan amal sholih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. an-Nahl [16]: 97)

Kalau demikian, dengan apa hendaknya kita membidik kebahagiaan sebuah rumah tangga? Jawabannya dengan penuh kepastian adalah dengan Islam. Islamlah yang menjanjikan hakikat kehidupan dan kebahagiaan hidup, baik bagi setiap individu muslim dan muslimah maupun bagi setiap pasutri dalam bingkai rumah tangga yang Islami. Rahasia indah dan bahagianya sebuah rumah tangga ada pada nilai-nilai Islami yang mewarnainya. Ini menegaskan kembali betapa indahnya keluarga yang Islami dan sesungguhnya keluarga yang terhiasi dengan harta benda yang melimpah ruah, namun terpenuhi dengan kabut kekufuran tak akan membuahkan kebahagiaan yang hakikiAlloh Ta’ala berfirman:

Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Alloh menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.(QS. at-Taubah [9]: 55)

Wallohu A’lam.

Penulis: Ustadz Abu Ammar Al-Ghoyami
Artikel www.Salafiyunpad.wordpress.com

Rate This

 

Menghias Taman Pasutri dengan Akhlak-akhlak Terpuji

Sebuah keluarga yang terdiri dari seorang suami dan seorang atau lebih isteri, dalam sisi-sisi tertentu kehidupan mereka tidaklah salah bila digambarkan dengan sebuah taman. Dari namanya saja, taman menginspirasikan sebuah keelokan dan keindahan, kesejukan, serta kedamaian. Itulah gambaran sebuah keluarga, memang sangat indah dan bahkan lebih dari indah.

Bagaimana kalau Islam mengajarkan sesuatu yang menambah eloknya taman pasutri dan sejuk serta damainya suasananya? Sungguh Islam itu sangat istimewa.

Perhatikan firman Alloh Ta’ala:

Dan bergaullah dengan mereka secara maruf (QS. an-Nisa’ [4]: 19)

Imam Ibnu Katsir rahimahullahu ta’ala menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan: “Artinya santunkanlah ucapan-ucapan lisan kalian (wahai para suami,—red) kepada mereka (para isteri,—red), dan baguskanlah tingkah laku kalian serta bentuk dan keadaan penampilan kalian sekadar apa yang kalian sanggupi. Sebagaimana kamu suka mendapatkan hal itu darinya, maka berlakulah kamu terhadapnya dengannya pula, sebagaimana Alloh berfirman:

… Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. (QS. al-Baqoroh [2]: 228)

Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik pergaulannya kepada isteri-isterinya, dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian dalam mempergauli isteriku.”

Di antara akhlaq Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau itu sangat baik pergaulannya, tenang sikap dan penampilannya, mencandai isteri dan berlemah lembut kepadanya, mencukupi nafkahnya, membuat tertawa isterinya, bahkan suatu saat beliau berlomba-lomba dengan Aisyah radhiyallahu anha Ummul Mu’minin, sebagai ungkapan rasa cinta kasih beliau kepadanya. Aisyah radhiyallahu anha mengatakan: “Suatu ketika Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam mengalahkanku, maka di saat lain aku pun mengalahkan beliau, itu terjadi tatkala aku belum terbebani oleh daging tubuhku, lalu tatkala aku sudah terbebani oleh daging pada tubuhku aku ajak beliau berlomba lagi dan beliau pun mengalahkanku, maka beliau pun mengatakan: ‘Yang ini untuk kekalahanku waktu itu.’” (HR. Ahmad 6/264, 39, 129, 182, 261, 280, Abu Dawud: 2578, Ibnu Majah: 1979, lihat pula Tafsir Ibnu Katsir 1/467)

Walhasil, taman pasutri itu akan bertambah elok, indah menawan bagi setiap mata yang memandangnya dengan dihiasi elok dan bagusnya akhlaq yang terpuji. Semakin bagus akhlaq suami juga isteri, taman pasutri akan semakin teduh dan menenteramkan hati.

Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan lagi:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِكُمْ

“Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik (pergaulannya) bagi isterinya.” (Hadits shohih lighoirihi, diriwayatkan Ahmad 6/47, 99, Tirmidzi: 3986, dan Ibnu Majah: 1977, 1978)

Wallohu A’lam, wa Huwal Muwaffiq ila makarimil akhlaq.

Penulis: Ustadz Abu Ammar Al-Ghoyami
Artikel www.Salafiyunpad.wordpress.com

 

10 Buhul Cinta

Saat suami istri memulai kehidupan berumah tangga, bahkan beberapa saat sebelum perjanjian kuat ikatan pernikahan diikatkan, mereka telah mulai membayangkan indahnya cinta. Bayangan syahdunya cinta itu akan terus menyertai setiap langkah dan kedekatan mereka. Namun apakah artinya sebuah bayangan cinta bagi sepasang suami istri bila tak kunjung menjadi kenyataan?

Anda sebagai suami dan Anda sebagai istri tentunya mendambakan cinta. Agar cinta tak berupa bayangan dan angan-angan semata, agar indah dan teduhnya cinta menjadi kenyataan, agar kepak sayap-sayap cinta semakin kuat membawa Anda terbang, agar cinta itu sendiri terus tumbuh dan berkembang, ada sepuluh buhul cinta yang hendaknya diperhatikan.

1. Katakan cinta saat Anda butuh cinta

Rasa enggan mengungkapkan cinta bisa menjadi masalah mendasar tandusnya kehidupan berumah tangga. Padahal kita semua tahu bahwa semua kita butuh ungkapan cinta.

Sebagai suami, terkadang tidak memahami bahwa istrinya membawa sifat terpuji, malu. Di saat yang sama ia sangat senang dengan belaian lembut sebuah kata cinta dari suaminya. Namun, berapa banyak suami yang telah memberikan kata cinta sebagai hal yang menyenangkan istrinya? Padahal dengan satu kata cinta para istri akan semakin tahu kedudukannya di hati suaminya, bahkan ia akan berusaha dengan kesungguhannya untuk mempertahankan kedudukannya tersebut sebagai imbalan kata cinta. Sehingga suami yang pintar ialah yang dapat melambungkan istrinya dengan kata-kata cinta.

2. Ungkapkan cinta tak hanya dengan kata-kata

Cinta tak mengenal jarak, cinta tak mengenal waktu. Teleponlah istrimu di saat engkau berjauhan, dan katakan sebuah kata cinta kepadanya. Pinanglah ia untuk kedua kalinya. Ingatkan ia dengan pandangan pertama kalian berdua di saat dulu kau meminangnya.

Kelembutan ungkapan cinta Anda tentu akan membuatnya dapat merasakan kekuatanmu, sedangkan kelembutan tingkah Anda akan membuat Anda terlihat sebagai seorang yang terkuat dalam pandangannya.

Seorang istri sedang sibuk buka tutup rak mungil di dapur. Suaminya yang melihatnya bertanya, “Apa yang sedang kau cari? Biarkan aku membantumu mencarinya.” Istrinya berkata, “Tidak, sudahlah, biar aku mendapatkannya sendiri.” Sesaat kemudian istri pun mendapati sesuatu yang dicarinya, lalu ia genggam erat sambil bergumam, “Alhamdulillah.” Suaminya mencoba ingin tahu, istri menyembunyikannya di balik tubuhnya dengan kedua tangannya, dan saat  suaminya cukup penasaran, sambil tersenyum ia lalu menunjukkannya dan berkata, “Ini hanya sebungkus STMJ instan kesukaanmu yang aku sangat senang menyeduhnya untukmu, suamiku.” Subhanalloh.

3. Berterima kasih dan pujilah ia

Yang tidak berterima kasih kepada sesama tentu tak berterima kasih pula kepada Dzat Yang Maha Kaya. Berterima kasihlah dan pujilah istri Anda dengan sejujur-jujurnya. Bukan pujian berlebihan, sebab kejujuran itu sangat sederhana. Pujilah istri Anda dengan wajah, mata dan kata-kata lembut Anda. Pujilah pakaian serta perhiasannya, parfumnya, kelembutannya serta rasa malunya. Pujilah pekerjaannya, kelelahannya, makanan dan minuman yang ia siapkan untuk Anda dan keluarga.

Pujilah ia di saat sendirian, pujilah ia di saat Anda bersama orang lain dan kabarkanlah kepadanya bahwa Anda telah memujinya di hadapan mereka.

Banyak suami yang hanya bisa menanamkan dogma kepada istrinya bahwa pekerjaan rumah adalah tanggung jawabnya dan mematuhinya merupakan kewajibannya. Padahal, hal ini justru membuat istri bermalas-malasan dalam melakukan tanggung jawab dan kewajibannya. Dan suami yang pintar adalah yang pandai menghargai pekerjaan istrinya.

4. Ketahuilah apa yang ia suka

Mengetahui apa yang disuka oleh pasangan merupakan salah satu buhul cinta. Hal ini akan menunjang keharmonisan rumah tangga.

Tanyalah kepada istri atau suami Anda, apa yang dia suka. Apabila Anda telah mengetahuinya, simpan baik-baik dalam memori Anda. Di saat pasangan tidak sedang mengingat-ingatnya, Anda bisa meletakkan sesuatu yang disukainya di hadapannya. Apa yang Anda lakukan ini benar-benar akan menjadi pengganti atas ungkapan perhatian Anda kepada pasangan Anda.

Jangan lupa untuk mengetahui apa yang tidak disukainya. Lalu jangan biarkan sesuatu yang tak disukainya itu ada di dekatnya. Jauhkanlah semua yang tidak dia suka. Dengan begitu, Anda telah memberikan sesuatu yang menggembirakannya.

5. Sempatkan berlomba dengannya

Sesungguhnya Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam ketika usia beliau telah mencapai lima puluh tahun, beliau tetap menyempatkan menghibur istrinya dengan berlomba. Perlombaan yang merupakan canda dan hiburan hati serta penyegar pikiran. Ini dia Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam, suatu hari beliau berlomba adu kecepatan lari dengan istrinya, ‘Aisyah Rodhiallohuanha,[1] padahal beliau adalah manusia yang paling sibuk. Namun beliau tidak menjadikan kesibukan sebagai alasan untuk menelantarkan istri-istrinya.

Selain itu, manfaat perlombaan seperti ini akan menumbuhkan rasa percaya dari para istri tentang cinta suami kepada mereka. Maka hendaknya diketahui bahwa mengalah kepada istri atas sesuatu dari berbagai kesibukan adalah kata terbaik untuk mengungkapkan rasa cinta kepadanya. Dan Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam telah memberikan teladan dalam hal ini.

6. Sekuntum senyuman

Senyuman merupakan wujud dari berbagai ungkapan isi hati. Kebahagiaan, kegembiraan, kesenangan, kedamaian, ketenangan dan berbagai keadaan lainnya. Sebaliknya, apatis, murung, cemberut dan semisalnya adalah bentuk ungkapan hati yang tak baik. Tentunya sangat banyak sebabnya.

Tatkala Anda datang kepada istri Anda dengan wajah diam, apatis, murung dan cemberut, berarti Anda telah memberi tugas istri Anda untuk berpikir tentang berbagai hal yang menjadi sebab keadaan Anda. Sehingga istri Anda tidak akan tenang sampai ia mengetahui sebab kemurungan Anda.

Terlebih lagi tatkala istri Anda tidak juga bisa mendapati sebab kemurungan Anda, artinya ia tidak akan pernah tahu siapa Anda saat ini sebenarnya. Sebabnya ialah Anda sendiri yang selalu murung di hadapan istri Anda, yang akhirnya hal sangat buruk yang telah menimpa Anda pun istri tidak mengetahuinya. Dengan demikian, ketika Anda hendak berkisah tentang kegelisahan serta permasalahan Anda, bisa jadi dan sangat mungkin ia tidak akan memperhatikan Anda sebagaimana yang Anda harapkan. Hal seperti ini akan menjadikan Anda marah, dunia menjadi gelap menurut Anda, lalu Anda mulai berkata, “Beginikah sikap seorang istri yang perhatian terhadap suaminya?” Padahal istri Anda tidak bersalah, sebab ia memang benar-benar tidak mengetahui kondisi hati Anda, kapan Anda bersedih dan kapan Anda senang, karena setiap Anda berjumpa dengan istri Anda, hanya wajah murung dan cemberut yang Anda nampakkan.

Maka tersenyumlah dengan keramahan Anda kepadanya, sehingga ia sempat tahu  keadaan Anda dan bisa membantu Anda.

7. Kreatif saat istri sakit

Sakit yang dimaksud di sini ialah saat istri haid, hamil, nifas maupun sakit yang lainnya.

Ketika sedang haid terkadang seorang wanita mengalami nyeri dan sakit berlebih yang dikeluhkannya. Bahkan saat wanita akan haid, sekitar sepekan sebelum haid, dan di saat ia sedang haid, ia mengalami goncangan-goncangan psikis, goncangan emosional dan kejiwaan yang cukup membuatnya tidak bisa mengontrol perbuatannya sendiri.

Demikian juga saat istri sedang hamil, bahwa kehamilan menyebabkan kelemahan dan susah payah.[2] Kehamilan menyebabkan ganggguan psikis yang tak kalah menyiksa. Terlebih lagi saat istri sedang melahirkan. Kebanyakan istri akan merasa ringan dari penderitaan kehamilan dan melahirkan ini apabila ia selalu didampingi oleh orang yang dapat menenangkan jiwanya, membantunya, menyenagkannya. Maka sudahkah suami memberikan suasana yang sesuai kepada istri di saat ia sedang mengandung dan melahirkan anaknya? Kalimat-kalimat cinta dan motivasi apa yang telah suami berikan untuk istrinya di saat-saat sulit seperti ini? Padahal saat ini istri benar-benar butuh ungkapan yang meringankan beban dan membesarkan semangat berjuang.

Jadi, di manakah suami harus memposisikan dirinya? Sesungguhnya istri Anda di saat-saat seperti ini hanya membutuhkan kesungguhan dan keihklasan Anda dalam memahami sisi kejiwaannya. Dengannya ia ingin mengetahui kadar cinta Anda dengan ungkapan rasa cinta dan kasih sayang Anda di saat seperti ini. Berlemah lembutkah Anda kepadanya? Perhatian Anda yang baik atas apa pun yang Anda harus lakukan saat istri sakit merupakan bekal utama melambungkan cinta. Tak sedikitpun Anda boleh menunjukkan sikap kasar. Tak membolehkan ada kekerasan dan keributan di hadapan istri Anda. Semua Anda hadapi dengan optimis dan penuh suka cita. Sebab duka suami saat istri sakit hanya akan membuat sitri beranggapan bahwa sakitnya hanya membuahkan kebingungan dan susahnya suami. Dan ini sama sekali tidak ada baiknya.

8. Khusus bagi para suami

Mengetahui perkembangan karakter istri seiring bertambahnya usia adalah sangat penting. Sebab setiap tangga usia istri Anda memiliki karakter tersendiri yang dengannya ungkapan cinta pun berbeda-beda.

Menurut para peneliti, wanita di suatu daerah pada usia dua puluhan memiliki karakter selalu ingin dimanja. Jiwanya masih labil dan cenderung kekanak-kanakan. Ia selalu ingin coba-coba hal-hal baru. Bahkan ia ingin mencoba-coba segala sesuatu. Ia gemar keluar jalan-jalan bersama suaminya, dan masih senang menjalin hubungan dengan banyak sahabatnya.

Sedangkan wanita pada usia tiga puluhan ia lebih stabil dan mulai berkurang sikap bersantai-santainya. Baginya yang terpenting adalah bagaimana ia mendapat ketenteraman, baik untuk dirinya, suami maupun anak-anaknya. Ia selalu ingin bisa mendidik anak-anak dengan sebaik-baiknya, bahkan ia akan berusaha semampunya untuk memberikan sesuatu yang terbaik untuk rumah tangga serta anak-anaknya. Waktu-waktunya bisa habis demi kebahagiaan rumah tangga dan anak-anak. Hal ini sesuai dengan karakternya yang telah memasuki usia penuh tanggung jawab. Sehingga ia memahami tanggung jawabnya sebagai seorang istri, seorang ibu rumah tangga dan sebagai ibu bagi anak-anaknya.

Berbeda lagi dengan wanita di usia empat puluhan. Selain ia telah menghabiskan waktu dan kemampuannya untuk kebahagiaan rumah tangga, ia mulai cenderung ingin membantu suami dalam setiap pekerjaannya. Seiring dengan maksud baiknya tersebut, ia merasa ingin selalu dekat dengan suaminya, sehingga ia selalu ingin untuk turut serta bersama suaminya keluar rumah. Hal ini menunjukkan bahwa keinginannya untuk keluar rumah bersama suaminya untuk berjalan-jalan muncul kembali.

Para suami yang memahami karakter istrinya di setiap tangga usianya akan tahu bahwa setiap tangga memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan cintanya. Maka hal ini perlu dipelajari, lalu direncanakan bagaimana ia bisa memenuhi keinginan-keinginan istrinya.

Pada usia dini pernikahan, kelemahlembutan dan memanjakan istri adalah buhul cintanya. Sedangkan di usia pertengahan, para suami wajib ekstra disiplin dan perhatian yang sungguh-sungguh sampai pada masalah atau hal-hal yang kecil sekalipun. Sebab istri saat ini dalam keseriusan melaksanakan tanggung jawabnya. Dukunglah ia meski dengan sesuatu yang Anda remehkan, sebab bisa jadi sesuatu yang Anda remehkan justru akan melejitkan cintanya.

Berbeda lagi di saat usia telah memasuki empat puluhan, maka perhatian dan kebersamaan Anda sangat ia butuhkan. Di saat ini kebersamaan Anda adalah buhul cinta Anda.

Namun demikian, di daerah tertentu dengan lingkungan yang berbeda pula, kemungkinan karakter seorang wanita akan berbeda lagi meski pada tangga yang sama. Di sinilah pentingnya Anda, para suami, memperhatikan usia dan karakter istri Anda, agar Anda tidak salah dalam mengungkapkan cinta Anda.

9. Siapkan kejutan cinta

Bila setiap hari Anda yang selalu mendapati seluruh sudut rumah bersih, rapi dan segar, maka siapkan bagaimana hari ini istri Anda-lah yang terharu, kaget dan gembira mendapatinya.

Bila setiap hari Anda yang selalu mendapati seluruh pakaian telah bersih, licin dan tertata rapi di lemari baju, maka siapkanlah bagaimana istri Anda hari ini yang mendapatinya.

Bila Anda seorang suami yang pintar memasak, masakan Anda buat keluarga di hari ini bisa menjadi kejutan cinta buat istri Anda.

Semua ini perlu direncanakan dengan sebaik-baiknya. Apabila memang Anda telah bisa melakukannya, maka setelah istri gembira, kaget dan terharu atas kejutan Anda, jangan lupa untuk membisikkan dengan perlahan di telinga istri Anda sebuah kalimat, “Akulah yang telah merencanakan dan melakukannya untukmu, karena aku mencintaimu.”

10. Jadilah pakaian untuknya

Fungsi pakaian ialah untuk menutupi. Maksud dari buhul cinta tersebut di akhir tulisan ini ialah, jadilah masing-masing Anda sebagai pakaian bagi yang lainnya, yang bisa menutupi apa yang tak disukai.

Di saat suami istri tidak bisa saling menutupi, maka mungkin sekali pihak ketiga akan masuk dan bisa saja merusak hubungan suami istri tersebut. Sebab di saat itu berarti mulai lemahlah hubungan perasaan antara keduanya.

Seorang istri atau pun suami tidak akan memaafkan apabila aibnya diketahui oleh orang lain sebab pasangannya yang membukanya. Namun tatkala pesan-pesan yang tersampaikan kepada istri atau kepada suami ialah pesan-pesan isyarat bukti cinta, bahwa Anda telah membela dan menutupi aibnya di hadapan orang lain, maka jadilah isyarat ini sebagai buhul cinta. Sebab sama saja artinya Anda telah mengatakan kepada istri atau suami Anda, “Aku mencintaimu, maka aku pun melindungimu.” Barokallohu fiikum.

Penulis: Ustadz Abu Ammar

Artikel www.Salafiyunpad.wordpress.com

 

Nasehat di Tengah Malam

Dari Ummu Salamah radhiyallahu’anha –salah seorang isteri Nabi-, beliau berkata:
Suatu malam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun dari tidur -dalam keadaan terkejut- lalu berkata, “Subhanallah! Fitnah apa yang diturunkan pada malam ini, dan perbendaharaan apakah yang sedang dibukakan. Bangunkanlah para wanita yang tinggal di bilik-bilik itu (isteri-isteri beliau) -untuk mendirikan sholat-. Betapa banyak wanita yang berpakaian di dunia namun telanjang di akherat.” (HR. Bukhari, lihat Fath al-Bari [1/255])
Hadits yang mulia ini banyak mengandung pelajaran, di antaranya:
  1. Hadits ini menunjukkan bahwa yang dimaksud larangan berbicara (ngobrol) selepas sholat Isyak -sebagaimana dalam hadits lainnya- adalah pembicaraan yang tidak dalam kebaikan. Dan hadits ini juga menunjukkan bolehnya melakukan ta’lim (pelajaran/kajian) atau mau’izhah (nasehat) di waktu malam (lihat Fath al-Bari[1/255]). Oleh sebab itu suatu ketika Umar bersama dengan Abu Musa al-Asy’ari pernah berbincang-bincang seputar permasalahan agama hingga larut malam, sehingga Abu Musa mengatakan, “Ini adalah saat sholat malam.” Maka Umar pun menjawab,“Sesungguhnya kita juga sedang sholat.” (dinukil dari Fath al-Bari [1/259])
  2. Hadits ini menunjukkan bolehnya mengucapkan ‘Subhanallah’ ketika merasa heran/takjub kepada sesuatu, entah sesuatu yang diherankan itu dominan membawa dampak buruk (semacam fitnah) ataupun yang tidak selalu memberikan dampak buruk (semacam perbendaharaan/harta) (lihat Fath al-Bari [1/256], lihat juga Shahih Bukhari, Kitab al-Adab, hal. 1272)
  3. Dianjurkan untuk berdzikir kepada Allah setelah bangun dari tidur (lihat Fath al-Bari[1/256])
  4. Dianjurkan bagi seorang suami untuk membangunkan isterinya di malam hari dalam rangka menunaikan ibadah, terlebih lagi di saat melihat atau mengalami kejadian yang menakjubkan (lihat Fath al-Bari [1/256])
  5. Dianjurkan mengerjakan sholat malam (lihat Shahih Bukhari, Kitab at-Tahajjud, hal. 234)
  6. Dianjurkan untuk bersegera mengerjakan sholat -sunnah- di saat-saat muncul kekhawatiran terhadap suatu keburukan yang akan menimpa (lihat Fath al-Bari[1/257])
  7. Dianjurkan bertasbih -membaca subhanallah- ketika menjumpai keadaan yang mengerikan atau menimbulkan kegoncangan (lihat Fath al-Bari [1/257])
  8. Semestinya seorang yang berilmu memberikan peringatan kepada orang-orang yang belajar kepadanya dari segala kondisi yang akan mereka hadapi dan pasti akan terjadi. Kemudian, ia semestinya juga membimbing mereka bagaimana cara mengatasi perkara yang membahayakan tersebut (lihat Fath al-Bari [1/257])
  9. Hadits ini menunjukkan salah satu bukti kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana beliau bisa mengetahui turunnya fitnah dan terbukanya perbendaharaan di malam tersebut (lihat Shahih Bukhari, Kitab al-Manaqib, hal. 752)
  10. Hadits ini menunjukkan betapa melekat ingatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengenai Allah ta’ala serta kampung akherat, dan hal itu mencerminkan ketekunan beliau dalam berdzikir kepada-Nya
  11. Tidak semestinya kenikmatan dunia ini melalaikan manusia dari beribadah kepada Rabbnya
  12. Tolong menolong dalam kebaikan dan takwa, terutama di dalam lingkungan internal keluarga sangat dibutuhkan demi terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah
  13. Hadits ini mengisyaratkan bolehnya berpoligami dan hendaknya sang suami berlaku adil kepada isteri-isterinya, di antaranya adalah dalam hal tempat tinggal dan waktu bermalam
  14. Kedudukan sebagai isteri Nabi tidak boleh melalaikan kaum wanita dari beribadah kepada Allah (lihat Fath al-Bari [1/256]). Kalau isteri Nabi saja demikian, maka bagaimana lagi dengan selain mereka, seperti isteri pak kyai, ustadz, ataupun da’i…

Mentarbiyah Anak Dalam Kandungan

Oleh: Ustadz Abu Hafshoh as-Salafi

Agama Islam sebagai manhaj hidup yang kamil mutakamil (sempurna) mengatur dan membimbing untuk menuju kesempurnaan agar tercapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Islam memberi bimbingan yang berharga kepada orang tua—khususnya—tentang apa yang harus mereka lakukan demi kemaslahatan anak-anak mereka sejak di alam rahim.

 

Terlebih lagi jika mereka mengingat hadits Rosululloh seperti sabdanya tentang janin setelah ditiupkan roh di perut ibunya lalu ditulis baginya rezeki, amal, dan celaka atau bahagia (lihat HR. Bukhori 6594 Muslim 2643). Maka orang tua semakin bersemangat keras untuk mengusahakan sebab-sebab tercapainya kebahagiaan anak mereka, karena Alloh tidak menjadikan kebahagiaan dan kebinasaan kecuali menjadikan pula sebab-sebab yang menuju kepada keduanya.

Kisah orang-orang sholih dahulu sangat banyak yang menunjukkan betapa besar perhatian mereka dalam masalah ini. Alloh mengabadikan kisah-kisah mereka dalam al-Qur’an karena di dalamnya terdapat ibroh yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang datang sesudah mereka. Sebagai contoh, keluarga Imron yang sholih. Isterinya yang sholihah mengandung seorang bayi, ia sangat berharap kepada Alloh kebahagiaan apabila anak yang dikandungnya lahir sebagai anak laki-laki maka ia akan mempersembahkannya kepada Alloh untuk menjadi pelayan Baitul Maqdis, karena itu ia bernadzar kepada Alloh.

Ketika isteri Imron berkata:

“Ya Robbku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang sholih dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nadzar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Ali Imron [3]: 35)

Ini adalah ilmu yang sangat bermanfaat bagi pelaku tarbiyah, terutama bapak ibu, betapa pentingnya tarbiyah ibu dalam kandungan dan betapa besarnya pengaruh positif dari kesholihan bapak dan ibu terhadap bayi yang dikandung sebelum lahir ke alam dunia. Isteri Imron—yang berasal dari keluarga yang mulia pilihan Alloh, bersama keluarga Ibrohim, Nuh, dan Adam—sangat nampak dari kisah ini bagaimana ia melakukan sebab-sebab yang baik, dalam mengharapkan keturunan yang sholih. Dia banyak berdo’a, ikhlas, rajin beribadah, dan merendahkan diri kepada Alloh Ta’ala. Oleh karena itu, Alloh mengabulkan do’anya. Firman Alloh:

Maka Robbnya menerimanya (sebagai nadzar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Alloh menjadikan Zakaria pemeliharanya…. (QS. Ali Imron [3]: 37)

Maka, dari barokah kesholihan wanita mulia ini lahirlah Maryam ash-Shiddiqoh. Kesholihan ibu yang mulia ini terus membuahkan hasil yang penuh barokah. Dari rahim Maryam lahirlah Nabi Isa Kalimatulloh. firman Alloh:

(Ingatlah), ketika malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Alloh menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya al-Masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Alloh). (QS. Ali Imron [3]: 45)

Maryam shiddiqoh, afifah, sholihah, dan ahli ibadah bersama Nabi Zakaria dengan kesholihannya, sangat layak untuk mendapat barokah langit dan bumi yang melimpah untuknya. Bagi orang yang mentadabburi ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rosululloh tentang barokah, taqwa, dan amal sholih akan mendapati keajaiban yang akal manusia tidak sanggup memikirkannya. Lihatlah firman Alloh (yang artinya):

Setiap kali Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrob, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata: “Hai Maryam, dari mana kamu memperoleh makanan ini?” Maryam menjawab: “Makanan ini dari sisi Alloh. Sesungguhnya Alloh memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” (QS. Ali Imron [3]: 37)

Dan pengaruh positif yang lain dari tarbiyah yang baik adalah setelah Alloh menyebutkan nabi-nabi yang dipilih dan keluarga orang-orang sholih yang dipilih-Nya, kata Alloh:

Sebagai satu keturunan dari yang sebagiannya keturunan dari yang lain…. (QS. Ali Imron [3]: 34)

Berkata Syaikh Abdurrohman as-Sa’di: “Yaitu terjadi kecocokan dan kesamaan antara mereka dalam ciptaan dan akhlaq yang mulia, artinya anak-anak keturunan mereka mengikuti bapak-bapak mereka, sebagaimana dalam ayat (yang artinya):

Dan Kami lebihkan pula derajat sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka, dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka untuk menjadi nabi-nabi dan rosul-rosul, dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (QS. al-An’am [6]: 87).”

Ini dari umat-umat dahulu. Adapun dari umat Rosululloh sangat banyak. Misalnya, kisah Ummu Sulaim dengan suaminya, Abu Tholhah, yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Anas bin Malik , ia berkata:
Anak Abu Tholhah sakit, lalu Abu Tholhah keluar ke masjid dan anak tersebut meninggal dunia. Tatkala kembali ke rumah, ia bertanya: “Bagaimana keadaan anakku?” Jawab Ummu Sulaim: “Dia sekarang lebih tenang dari sebelumnya.” Kemudian Ummu Sulaim menyajikan makan malam untuknya dan ia makan malam lalu menggaulinya. Setelah selesai hajatnya, berkata Ummu Sulaim: “Makamkanlah anakmu (wahai Abu Tholhah).” Tatkala pagi hari ia pergi menemui Rosululloh, dan mengabarkan kepada beliau kejadian itu, maka kata Rosululloh : “Apakah kalian tadi malam bergaul?” Jawab Abu Tholhah: “Ya.” Maka kata Rosululloh : “Ya Alloh, berkahi mereka dalam hubungan mereka tadi malam.” Lalu Ummu Sulaim melahirkan seorang anak laki-laki. Abu Tholhah mengatakan kepadaku (Anas): “Bawalah bayi ini kepada Rosululloh.” Maka Anas membawanya kepada Rosululloh dengan beberapa buah kurma, lalu anak itu diambil oleh Rosululloh dan beliau bertanya, apakah ia membawa sesuatu? Jawab Anas: “Ya, beberapa kurma.” Maka Rosululloh mengambil kurma tersebut dan mengunyahnya lalu memasukkannya ke mulut bayi tersebut untuk mentahniknya dan menamainya Abdulloh. (HR. Bukhori: 5470 dan Muslim: 2144)

Syahid yang kita ambil dari kisah ini adalah perkataan Rosululloh:
اَللّٰهُمَّ بَارِكْ لَهُمَا فِيْ لَيْلَتِهِمَا.

“Ya Alloh, berkahi keduanya dalam hubungan mereka tadi malam.”

Ini menunjukkan begitu besar perhatian Rosululloh terhadap tarbiyah anak yang ditujukan pada Ummu Sulaim dan umatnya sejak anak mulai dari setetes air dalam rahim ibunya.

Petunjuk Rosululloh dalam menggauli isteri yaitu do’a (yang artinya): “Dengan nama Alloh. Ya Alloh, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang Engkau karuniakan kepada kami.” (HR. Bukhori: 5165).

Karena kata Rosululloh di akhir hadits: “Apabila Alloh mentaqdirkan lahirnya anak dari pergaulan tersebut maka tidaklah akan disentuh oleh setan karena setiap anak yang lahir pasti menangis karena tusukan setan.”

Berkata Imam Nawawi: “Dalam kisah ini ditunjukkan keutamaan Ummu Sulaim, di antaranya: besarnya kesabaran Ummu Sulaim, betapa ridho (rela)nya dia terhadap taqdir Alloh, dan jernihnya akalnya tatkala dia merahasiakan kematian anaknya pada suaminya di awal malam agar suaminya tenang, tenteram, tanpa rasa sedih. (Ummu Sulaim) menyajikan makan malam lalu berdandan secantik-cantiknya dengan harapan agar suaminya menggaulinya hingga terpenuhi keinginannya.” (Syarh Muslim 14/124)

Berkata al-Hafizh Ibnu Hajar: “Yang mendorong Ummu Sulaim untuk melakukan ini semua adalah mubalaghoh (bersungguh-sungguh) dalam bersabar dan pasrah kepada qodho Alloh dan mengharap kepada-Nya agar menggantikannya dari apa yang telah luput. Sebab jika ia memberi tahu Abu Tholhah tentang kematian anaknya pada saat itu juga maka akan menyibukkannya dengan kesedihan dan akhirnya tidak terpenuhi apa yang ia inginkan (yaitu keinginan untuk hamil agar Alloh menggantikan anaknya yang meninggal tersebut). Maka tatkala Alloh mengetahui keikhlasan niatnya, Alloh mengabulkan harapannya dan memperbaiki anak keturunannya.” (Fathul Bari 3/219)

Maka dari barokah do’a Rosululloh dan ijabah dari Alloh, ia (Ummu Sulaim) melahirkan anak yang sholih bernama Abdulloh dan dari Abdulloh lahir anak-anak sholih, ulama, dan ahli al-Qur’an. (Lihat Syarh Muslim 14/124)

Sungguh, alangkah menakjubkan hikmah ilahiyyah yang menghubungkan antara kesholihan bapak ibu dengan anaknya selagi di alam kandungan. Karena itu, sangatlah patut bagi para orang tua, khususnya para ibu selagi dalam masa hamil, hendaknya mereka banyak bersabar dari segala musibah, baik sakit, kekurangan harta, kematian anak atau keluarga, dan lain-lain. Hendaknya mereka banyak beramal sholih, berdo’a, berdzikir, tilawah (membaca) al-Qur’an, tholabul ilmi (menuntut ilmu syar’i), shodaqoh, dan amalan-amalan sunnah dengan ikhlas, tawakkal, penuh pengharapan kepada-Nya akan lahirnya seorang anak yang sholih. Sesungguhnya Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Dan kebalikannya, bahwa kecenderungan seorang ibu yang sedang hamil kepada kebatilan, senang dengan tontonan-tontonan batil, pendengaran batil, dan lalai dalam hukum-hukum Alloh dan rosul-Nya akan sangat berpengaruh negatif bagi bayi yang ada dalam kandungannya.

Fakta dan ilmu kedokteran membuktikan bahwa wanita yang hamil yang banyak tingkahnya, bayi yang dikandungnya akan ikut bertingkah banyak. Sedang wanita yang hamil yang banyak diam dan tenang, bayinya ikut tenang tidak banyak bertingkah. Ini adalah hubungan antara ibu dengan bayi yang dikandungnya secara jasmani yang tentunya hubungan keduanya secara rohani demikian juga, bahkan lebih, karena roh lebih berpengaruh terhadap jasad ketimbang sebaliknya.

Sesungguhnya Sahl at-Tusturi telah mentarbiyah anak-anaknya semenjak masih dalam sulbinya, maka ia selalu beramal sholih dengan harapan agar Alloh memberikan kemuliaan kepadanya dengan anak yang sholih seraya berkata: “Sesungguhnya aku memegang janji Alloh yang diambil oleh Alloh kepadaku sejak di alam arwah dan sesungguhnya aku memelihara anak-anakku mulai saat itu hingga mereka dikeluarkan oleh Alloh ke alam dunia.”
Ini adalah dalil tentang perhatian besar kaum salaf terhadap anak keturunan mereka. Semoga Alloh memberi rezeki kepada kita semua anak-anak yang sholih. (Lihat Manhaj Tarbiyah Nabawiyyah: 53)
Perhatikan, betapa besar pengaruh kesholihan orang tua terhadap anak keturunan mereka, sampai-sampai sejak mereka belum lahir ke dunia. Ini adalah motivasi besar agar seseorang selalu memperhatikan masalah ini. Nabiyyulloh al-Khidhir membangun tembok secara sukarela bersama Nabiyyulloh Musa dan keduanya tidak meminta upah.

Tatkala Nabi Musa berkata kepadanya:

“Seandainya engkau mengambil upah dari pekerjaan ini”, beliau (Khidhir) menjawab: “Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim di kota itu dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua sedang ayah mereka adalah seorang yang sholih.” (Lihat QS. al-Kahfi [18]: 82)

Ibnu Katsir berkata: “Ini adalah dalil bahwa orang yang sholih dijaga keturunannya oleh Alloh dan barokah ibadahnya meliputi mereka di dunia dan akhirat dengan syafa’atnya buat mereka dan Alloh mengangkat derajat mereka setinggi-tingginya di surga sehingga ia bertambah kebagiaannya sebagaimana hal ini diterangkan dalam al-Qur’an dan sunnah. Berkata Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas bahwa kedua anak yatim tersebut dijaga karena kesholihan bapak mereka tanpa menyebut kesholihan mereka sedangkan bapak mereka yang sholih adalah kakek mereka yang ketujuh, Wallohu A’lam.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/94)

Oleh karena untuk menjaga kemaslahatan tarbiyah janin yang ada dalam kandungan, maka syari’at memberi keringanan bagi wanita hamil untuk tidak melakukan puasa pada bulan Romadhon apabila ia khawatir terhadap janin yang dikandungnya. Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Apabila wanita hamil khawatir terhadap kemaslahatan dirinya atau bayi yang dikandungnya di bulan Romadhon makan ia berbuka dan memberi makan setiap hari seorang miskin dan tidak mengqodho puasa.” (Baihaqi 4/230 dengan sanad yang kuat).

Billahit taufiq.

http://almawaddah.wordpress.com/2008/11/23/mentarbiyah-anak-dalam-kandungan/#more-113

Mengusir Rasa Gundah dan Resah Kala Usia Senja Tiba

Oleh :Ustadz Zaenal Abidin, LC

( al-Mawaddah Edisi 12 Tahun 1 )

Bersyukur atas Karunia Umur

 

Alloh telah mencurahkan kenikmatan yang banyak dan karunia yang tidak terkira kepada manusia, maka menjadi suatu kewajiban bagi hamba Alloh untuk bersyukur, sementara syukurnya manusia merupakan tujuan akhir dari penciptaannya, sebagaimana firman Alloh :

Dan Alloh mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur. { QS. an-Nahl [16]: 78 }

Hidup manusia di alam fana tidak terlepas dari nikmat dan rohmat Alloh . Nikmat yang dikaruniakan Alloh kepada manusia tidak terhitung jumlahnya, sebagaimana firman Alloh :

 

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Alloh, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Alloh benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( QS. an Nahl [16]: 18 )

Kalau kita perhatikan dengan saksama anggota badan kita seperti kaki, tangan, perut, mulut, telinga, hidung dan mata, sudah cukup bagi kita untuk membuat kesimpulan betapa kuasa, agung dan murahnya Alloh . Anggota badan manusia ini dijadikan Alloh dengan rapi dan lengkap, sehingga dapat bergerak dan berfungsi serentak pada waktu yang sama. Sambil melihat, kita dapat bercakap-cakap, mendengar dan berjalan. Sungguh luar biasa karunia-Nya.

Tiada kenikmatan apapun wujudnya yang dirasakan manusia melainkan datang dari Alloh . Atas dasar itulah Alloh mengajak manusia agar senantiasa bersyukur kepada-Nya. Karena dengan terus mengingat dan mengakui bahwa kenikmatan tersebut datang dari Alloh kemudian diwujudkan dengan ucapan hamdalah dan disempurnakan dengan amal sholih sembari menafkahkan sebagian kekayaan di jalan yang diridhoi Alloh , maka karunia dan nikmat Alloh akan makin bertambah.

Alloh berfirman:

Dan (ingatlah juga) tatkala Robb-mu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.”. (QS. Ibrohim [14]: 7)

Syaikh Shiddiq Hasan Khan berkata (mengomentari makna firman Alloh di atas -red): “Jika kalian bersyukur terhadap nikmat yang telah Aku berikan kepada kalian, seperti yang dituturkan di atas, termasuk nikmat keselamatan dan yang lainnya, dengan cara beriman secara baik dan beramal sholih maka Aku akan menambah kenikmatan di atas kenikmatan sebagai karunia dari-Ku“.(1)

_________________________________
(1)“Lihat Tafsir Fathul Bayan karya Shiddiq Hasan Khan (3/528)“

Manfaat dan Faedah Bersyukur

Manfaat bersyukur tidak akan bisa dirasakan kecuali oleh pelakunya sendiri. Dengan bersyukur ia berhak mendapat kesempurnaan nikmat yang telah diraihnya, dan nikmat tersebut akan kekal dan bertambah. Sebagaimana syukur juga berfungsi untuk mengikat kenikmatan yang telah ia dapat seraya menggapai kenikmatan yang belum tercapai.

Para nabi pun senantiasa memerintahkan kaumnya agar selalu bersyukur. Nabi Ibrohim berkata kepada kaumnya:

Dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah kamu akan dikembalikan.(QS. al-Ankabut [29]: 17)

Do’a yang paling utama ialah memohon pertolongan kepada Alloh dalam mencari keridhoan-Nya; yaitu dengan mensyukuri nikmat-nikmatnya sembari rajin beribadah kepada-Nya.

Semua kenikmatan apabila tidak bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Alloh , maka ia sesungguhnya adalah Bala’. Karena itu wajib atas kita semua untuk senantiasa bersyukur atas segala kenikmatan-Nya, sebab nikmat yang tercabut dari suatu kaum amat jarang kembali lagi kepada mereka. Jika anda melihat Alloh terus-menerus mencurahkan kenikmatan-Nya kepada anda padahal anda bermaksiat kepada-Nya maka waspadalah!!

Ketika Manusia Mengalami Masa Lansia (Usia Senja)

Setiap manusia pasti mengalami sunnah perubahan dalam hidup sangat dinamis, ada yang saat belum dilahirkan sudah meninggal, ada pula yang begitu dilahirkan meninggal, dan ada pula yang tumbuh menjadi anak yang lucu, sampai dewasa dan bahkan ada yang sampai lanjut usia sebagaimana firman Alloh :

Alloh menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu. Dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. an-Nahl [16]: 70)

Ibnu Katsir berkata: “Alloh mengabarkan tentang perlakuan-Nya kepada hamba-Nya. Dialah yang menciptakan manusia dari tidak ada kemudian setelah itu diwafatkan, namun di antara mereka ada yang diberi umur hingga lanjut usia yaitu kondisi lemah dalam bentuk ciptaan.”(2)

_________________________________
(2)  Lihat Tafsir Ibnu Katsir (4/409)

Perubahan ini bukan suatu yang aneh, tetapi merupakan sunnatulloh yang harus diterima. Ketika manusia berubah menjadi tua, berarti mereka akan mengalami perubahan fisik dari kuat menjadi lemah dan dari gagah menjadi loyo lagi tak berdaya. Dan perubahan itu akan makin membawa problem tersendiri ketika mereka tidak mampu memelihara dan menanganinya dengan baik. Maka bagi seorang muslim, persoalannya bukan panjang atau pendeknya umur, namun keberkahan hidup yang diraih dalam mengarungi bahtera hidup semasa menghabiskan umurnya.

Indahnya Hidup Di kala Usia Senja

Alloh menciptakan alam semesta dalam kondisi yang teratur, pergantian siang dan malam selalu membuahkan cerita romantika baru. Jenis manusia laki dan wanita menjadi pelengkap indahnya hidup, matahari yang memberikan sumber energi bagi kehidupan dunia terus bertasbih mengelilingi bumi. Dihamparkan ladang yang lengkap dengan berbagai tanaman dan pepohonan untuk menjadi sumber rezeki manusia, dan beragam binatang, makanan dan minuman diciptakan agar dapat dikonsumsi oleh manusia. Alam beserta isinya diciptakan Alloh agar manusia mampu mengolah dan memanfaatkannya demi meraih kebahagiaan dan mensyukurinya. Maka Alloh berfirman:

Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rohmat Tuhan-mu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. az-Zukhruf [43]: 32)

Kebahagiaan di usia senja merupakan harapan semua manusia, apalagi di zaman sekarang, zaman yang penuh fitnah, lemah aqidah, rendah peradaban, rusak moral dan maraknya kemaksiatan.

Namun sungguh sangat disayangkan karena banyak manusia telah salah memahami makna bahagia. Mereka memaknai bahagia hanya sebatas kehidupan dunia belaka yaitu bila kepuasaannya terpenuhi, keinginannya tergapai dan cita-citanya tercapai. Sehingga mereka menghalalkan segala cara untuk meraih manisnya materi, bahkan mereka rela menerjang syari’at untuk bisa bahagia.

Terbayang di pelupuk mata kita, bahagia di usia senja adalah saat seseorang melewati masa tuanya dengan penuh kecukupan materi, anak-anaknya pun sudah mapan kehidupan materinya, dan tidak ada problem dalam kehidupannya. Sehingga orang yang tidak mendapatkannya dianggap orang yang paling menderita.
Manusia yang paling bahagia ialah mereka yang mampu mempergunakan nikmat Alloh sebagai washilah (perantara) untuk meraih keridhoan Alloh dan kesuksesan akhiratnya serta memiliki suasana batin yang tenang, mental terkontrol, emosi terkendali serta lapang dada dan qona’ah (berpikir positif) dalam menghadapi setiap problem hidup. Dan semuanya akan tercapai setelah merealisasikan aqidah yang bersih dan akhlaq yang mulia.

Sementara orang yang paling menderita dan celaka ialah mereka yang menjadikan kenikmatan tersebut sebagai pemuas hawa nafsunya belaka.
Alloh berfirman:

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezholiman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. al-An’am [6]: 82)

Ibnu Katsir berkata: “Mereka yang meng-ikhlas-kan ibadah karena Alloh saja, tiada sekutu bagi-Nya dan mereka tidak berbuat syirik sekecil apapun, maka mereka aman pada hari Kiamat dan mendapat hidayah di dunia dan akhirat.” (3)

_________________________________
(3)  Lihat Tafsir Ibnu Katsir (4/409)

Panjang Umur dengan Silaturrahmi

Seorang muslim yang telah lanjut usia harus menghiasi hidupnya dengan silaturrahmi, baik dengan kerabat maupun sesama kaum muslimin dalam rangka mencari ridho Alloh . Dengan bersilaturrahmi, keberkahan umur dan rezeki akan diraih, dan derajat mulia akan tercapai di sisi Alloh .
Alloh berfirman:

Orang-orang yang merusak janji Alloh setelah diikrarkan dengan teguh, dan memutuskan apa-apa yang Alloh perintahkan supaya disambung, dan mengadakan kerusakan di bumi. Orang-orang itulah yang memperoleh kutukan, dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam). (QS. ar-Ra’d [13]: 25)

Dari Anas bin Malik bahwa Rosululloh bersabda:

 

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan ditambah umurnya maka hendaklah melakukan silaturrahmi.” (4)

Silaturrahmi yang hakiki bukanlah menyambung hubungan baik terhadap orang-orang yang telah berbuat baik terhadap kita, namun silaturrahmi yang sejati adalah menyambung hubungan dengan orang-orang yang telah memutuskan tali silaturrahmi dengan kita.

Dari Abdulloh bin Amr dari Nabi bersabda:

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

“Sesungguhnya bukanlah orang yang menyambung silaturrahmi adalah orang yang membalas kebaikan, namun orang yang menyambung silaturrahmi adalah orang yang menyambung hubungan dengan orang yang telah memutuskan silaturrahmi.” (5)

_______________________________________________________________
(3)  Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/212)
(4)   Lihat Shohih Abu Dawud: 1486, Shohih Adabul Mufrod: 56, Shohih Muslim Bab al-Birru was Silah, Hadits ke-20
(5)  Lihat Shohih Adabul Mufrod: 68 Bab Laisal Wasil bil Mukafi’

Di antara amal sholih yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup, dan ibadah yang berpahala besar adalah menyambung tali silaturrahim. Ini merupakan upaya menjalin hubungan baik dengan setiap orang yang terkait hubungan nasab dengan kita.
Yang dimaksud dengan ditunda ajalnya ialah umurnya diberkahi, diberi taufik untuk beramal sholih, dan tidak mengisi waktunya dengan berbagai amalan yang tidak berguna. Atau menjadikan namanya harum dan senantiasa dikenang manusia, atau benar-benar umurnya ditambah oleh Alloh .

Rosululloh bersabda: “Barang siapa menjenguk orang yang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Alloh maka penyeru akan menyerukan,’Anda mempunyai perilaku yang baik, dan anda telah menyiapkan suatu tempat di Surga.’” (HR. Tirmidzi: 2002)

Bersikap Seimbang dalam Mencari Ilmu dan Harta

Memang benar, hidup yang berkecukupan maka menuntut ilmu menjadi mudah, beribadah menjadi lancar, bersosialisasi menjadi gampang, bergaul makin indah, berdakwah makin sukses, berumah tangga makin stabil dan beramal sholih makin tangguh. Oleh karena itu, harta di tangan seorang mu’min tidak akan berubah menjadi sarana perusak kehidupan dan tatanan sosial serta penghancur kebahagiaan keluarga dan pilar-pilar rumah tangga. Sebaliknya, harta di tangan seorang muslim bisa berfungsi sebagai sarana penyeimbang dalam beribadah dan perekat hubungan dengan makhluk.

Menurut pandangan Ahli-Sunnah wal Jama’ah, tidak ada dikotomi (pertentangan) antara mencari ilmu dengan mencari nafkah, bahkan harus saling menopang dan harus ada kerja sama secara produktif dan simultan (bersamaan). Oleh sebab itu, tidak benar bila ada wacana bahwa orang yang mencari ilmu tidak perlu memikirkan urusan ma’isyah (nafkah), dan sebaliknya orang yang mencari nafkah tidak perlu mengganggu profesinya dengan menuntut ilmu agar tidak merusak kariernya. Hal itu sebuah paradigma (pemikiran) yang keliru dan anggapan yang menyesatkan sebab Alloh berfirman:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Alloh kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Alloh telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. al-Qoshosh [28]: 77)

Ayat mulia di atas memiliki makna sebagai berikut : Pergunakanlah harta kekayaanmu dan kenikmatan melimpah yang telah diberikan kepadamu sebagai bentuk pemberian dan karunia Alloh untuk menunaikan ketaatan dan kebaikan yang bisa mendekatkan dirimu kepada-Nya. Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan dunia, baik berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan hubungan biologis, karena Tuhanmu memiliki hak atasmu dan dirimu memiliki hak atasmu, keluargamu punya hak atasmu dan kekuatan tubuhmu juga memiliki hak atasmu maka berikanlah masing-masing hak sesuai dengan porsinya. (6)

Maka hal itu bisa diperoleh dengan ilmu yang dimiliki dan juga usaha yang optimal dalam memenuhi nafkah hidup dengan tetap beribadah kepada Alloh . Satu hal lagi yang perlu diperhatikan oleh seorang muslim adalah etos kerja yang benar dalam bekerja.

Bertaubat Kepada Alloh

Tiada suatu bekal yang paling bagus untuk menuju ke kampung akhirat melainkan persiapan menyambut kematian dengan memperbanyak bertaubat kepada Alloh , menguatkan keimanan dan ketaqwaan dan mendekatkan diri kepada Alloh dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Sebagaimana perbuatan dosa menjadi salah satu penyebab terhalangnya rezeki dari pelakunya, maka sebaliknya taubat dan istighfar merupakan salah satu faktor yang dapat mendatangkan rezeki dan keberkahan baginya. Alloh menceritakan tentang Nabi Hud berkata:

Dan (dia berkata): “Wahai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu, lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa”.(QS. Hud [11]: 52)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Seorang hamba senantiasa berada di atas kenikmatan dari Alloh yang perlu disyukuri dan dosa yang butuh permohonan ampun, maka semua itu adalah perkara yang harus senantiasa dimiliki oleh setiap hamba. Karena dia selalu bergelimang dengan nikmat Alloh dan karunia-Nya setiap saat yang belum sepenuhnya disyukuri, sehingga selalu butuh kepada taubat dan istighfar.” (7)

_______________________________________________________________
(6)   Lihat Tafsir ath-Thobari juz 20/71, Tafsir al-Baghowi juz, 6/221 dan 71, Tafsir Ibnu Katsir juz 5/129
(7) Lihat Tuhfatul Iraqiyah karya Ibnu Taimiyyah, hal.457

Oleh karena kebahagiaan yang sejati adalah kesuksesan seseorang meraih surga dan selamat dari api neraka, bukan bergelimang harta di kala usia senja, maka Alloh berfirman:

Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya adalah Surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain), sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. (QS. Hud [11]: 108)

 

Persiapan Menuju Kampung Akhirat

Pandangan yang benar terhadap dunia adalah pandangan yang menganggap bahwa apa yang ada di dunia ini, baik harta, kekuasaan dan kekuatan materi lainnya hanyalah sebagai sarana menuju akhirat. Karena itu pada hakikatnya dunia tidak tercela karena dirinya, tetapi pujian atau celaan tergantung pada perbuatan hamba di dalamnya. Dunia merupakan jembatan penyeberangan menuju kampung akhirat.

Selayaknya kita bersiap diri meninggalkan kampung dunia menuju kampung akhirat dengan selalu menambah simpanan amal kebaikan dan bersegera memenuhi panggilan Alloh . Ali bin Abi Tholib berkata:  “Sesungguhnya dunia telah habis berlalu dan akhirat makin mendekat, dan di antara keduanya masing-masing mempunyai anak keturunan. Dan jadilah kalian anak keturunan akhirat dan jangan menjadi anak keturunan dunia karena sekarang kesempatan beramal tanpa ada hisab dan besok di akhirat kesempatan hisab dan tidak ada kesempatan beramal.

Perkataan Ali yang juga menjelaskan tentang dunia adalah : “Halalnya adalah perhitungan dan haramnya adalah neraka.”

Wahai saudaraku kaum muslimin, ingatlah akan 4 hal:

  1. Aku tahu bahwa rezeki-ku tidak akan dimakan orang lain, maka tenteramlah jiwaku.
  2. Aku tahu bahwa amalku tidak akan dilakukan orang lain, maka akupun disibukkannya.
  3. Aku tahu bahwa kematian akan datang tiba-tiba, maka aku segera menyiapkannya.
  4. Aku tahu bahwa diriku tidak akan lepas dari pantauan Alloh , maka aku akan merasa malu kepada-Nya.

Orang yang mengosongkan hatinya dari keinginan dunia akan merasa ringan tanpa beban. Dia akan menyongsong Alloh dan mempersiapkan diri untuk datangnya perjalanan. Mengosongkan hati untuk dunia yang fana bukan berarti meninggalkan dunia kerja, enggan mencari kehidupan dunia dan tidak mencoba berusaha. Islam sendiri memerintahkan untuk bekerja dan menganggapnya sebagai satu jenis jihad, bila dengan niat yang tulus dan memenuhi syarat amanah dan ikhlas serta tidak melanggar syari’at.

http://almawaddah.wordpress.com/2009/01/03/mengusir-rasa-gundah-dan-resah-kala-usia-senja-tiba/

Isilah Rumah Kita dengan Shalat Sunnah

Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Inilah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika kita menelaah jauh ke sisi rumah beliau, tidak pernah lepas dari ibadah dan dzikir. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar rumah kita memang dijadikan seperti itu. Lihatlah apa yang beliau wasiatkan kepada kita dalam sabdanya,

اجْعَلُوا فِى بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ ، وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا

Jadikanlah shalat kalian di rumah kalian. Janganlah jadikan rumah kalian seperti kuburan.[1]

Al Bukhari membawakan hadits di atas pada Bab “التَّطَوُّعِ فِى الْبَيْتِ”, shalat sunnah di rumah.

Ibnu Baththol rahimahullah dalam Syarh Al Bukhari menyatakan, “Ini adalah permisalan yang amat bagus di mana Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan rumah yang tidak didirikan shalat di dalamnya dengan kuburan yang tidak mungkin mayit melakukan ibadah di sana. Begitu pula beliau memisalkan orang yang tidur semalaman (tanpa shalat tahajud) dengan mayit yang kebaikan telah terputus darinya. ‘Umar bin Al Khottob pernah mengatakan,

صلاة المرء فى بيته نُورٌ فَنَوِّرُوا بيوتكم

“Shalat seseorang di rumahnya adalah cahaya,maka hiasilah rumah kalian dengannya.”[2]

Dalam hadits lain, dari Zaid bin Tsabit, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ صَلاَةِ الْمَرْءِ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوبَةَ

Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumahnya kecuali shalat wajib.[3]

Diceritakan dari beberapa salaf bahwa mereka tidak pernah melaksanakan shalat sunnah di masjid. Diriwayatkan demikian dari Hudzaifah, As Saib bin Yazid, An Nakhoi, Ar Robi’ bin Khutsaim, ‘Ubaidah dan Sawid bin Ghoflah.[4]

Ada keterangan dari Ibnul Qayyim rahimahullah, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan hampir seluruh shalat sunnahnya –yaitu shalat sunnah yang tidak memiliki sebab[5]– di rumahnya, lebih-lebih shalat sunnah maghrib. Tidak dinukil sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau beliau melaksanakan shalat sunnah tersebut di masjid.”[6]

Faedah Melaksanakan Shalat Sunnah di Rumah

Di antara faedah seseorang melaksanakan shalat sunnah di rumah adalah:

  1. Mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  2. Mengajarkan istri (karena shalat wanita yang terbaik adalah di rumahnya) dan anak-anak bagaimanakah shalat yang benar.
  3. Setan menjauh dari rumah yang di dalamnya rajin didirikan shalat dan dzikir.
  4. Lebih ikhlas dan terjauh dari riya’.[7]

Catatan: Jika memang harus melaksanakan shalat sunnah di masjid semacam shalat sunnah rawatib, maka tidak mengapa melakukannya di sana, apalagi jika shalat sunnah mesti dilakukan di masjid semacam shalat sunnah tahiyatul masjid atau mungkin takut telat dalam shalat karena sebab mengerjakan shalat sunnah qobliyah di rumah.

Semoga yang singkat ini bermanfaat dan jadi ilmu yang bisa diamalkan. Semoga rumah kita bisa bercahaya dengan shalat sunnah rawatib dan shalat sunnah lainnya.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

 

www.rumaysho.com

Prepared in Riyadh, KSA, on 16th Muharram 1432 H (22/12/2010)

By: Muhammad Abduh Tuasikal

 


[1] HR. Bukhari no. 1187, dari Ibnu ‘Umar.

[2] Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 5/191, Asy Syamilah

[3] HR. Bukhari no. 731 dan Ahmad 5/186, dengan lafazh Ahmad.

[4] Dinukil dari Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 5/191.

[5] Shalat sunnah yang memiliki sebab seperti shalat sunnah tahiyatul masjid.

[6] Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, Muassasah Ar Risalah, 1407, 1/298

[7] Yaum fii Baitir Rosul shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Abdullah Al Qosim, Darul Qosim, hal. 58