Posts tagged ‘muslimah’

Rumah Tangga yang Ideal

Oleh : Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Menurut ajaran Islam, rumah tangga yang ideal adalah rumah tangga yang diliputi sakinah (ketenteraman jiwa), mawaddah (rasa cinta), dan rohmah (kasih sayang). Alloh Ta’ala berfirman:

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Alloh) bagi kaum yang berpikir. (QS. ar-Rum [30]: 21)

 

Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami atau istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, harus tahu pula hak dan kewajiban, memahami tugas dan fungsinya masing-masing, melaksanakan tugasnya itu dengan penuh tanggung jawab, ikhlas, serta mengharapkan ganjaran dan ridho dari Alloh Ta’ala.

Sehingga, upaya untuk mewujudkan pernikahan dan rumah tangga yang mendapat keridhoan Alloh dapat menjadi kenyataan. Akan tetapi, mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tenteram, dan bahagia mendadak dilanda kemelut perselisihan dan percekcokan.

Apabila terjadi perselisihan dalam rumah tangga, maka harus ada upaya ishlah (mendamaikan). Yang harus dilakukan pertama kali oleh suami dan istri adalah lebih dahulu saling introspeksi, menyadari kesalahan masing-masing, dan saling memaafkan, serta memohon kepada Alloh agar disatukan hati, dimudahkan urusan dalam ketaatan kepada-Nya, dan diberikan kedamaian dalam rumah tangganya. Jika cara tersebut gagal, maka harus ada juru damai dari pihak keluarga suami maupun istri untuk mendamaikan antara keduanya. Mudah-mudahan Alloh memberikan taufiq kepada pasangan suami istri tersebut.

Apabila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 34–35, tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu “perceraian”.

Syaikh Musthofa al-Adawi berkata: “Apabila masalah antara suami istri semakin memanas, hendaklah keduanya saling memperbaiki urusan keduanya, berlindung kepada Alloh dari setan yang terkutuk, dan meredam perselisihan antara keduanya, serta mengunci rapat-rapat setiap pintu perselisihan dan jangan menceritakannya kepada orang lain.

Apabila suami marah sementara istri ikut emosi, hendaklah keduanya berlindung kepada Alloh, berwudhu, dan sholat dua roka’at. Apabila keduanya sedang berdiri, hendaklah duduk; apabila keduanya sedang duduk, hendaklah berbaring, atau hendaklah salah seorang dari keduanya mencium, merangkul, dan menyatakan alasan kepada yang lainnya. Apabila salah seorang berbuat salah, hendaklah yang lainnya segera memaafkannya karena mengharapkan wajah Alloh semata.” (1)

__________________________________________________

(1)   Fiqh Ta’ammul bainaz-Zaujaini (hlm. 37).

Di tempat lain beliau berkata: “Sedangkan berdamai adalah lebih baik, sebagaimana yang difirmankan oleh Alloh Ta’ala. Berdamai lebih baik bagi keduanya daripada berpisah dan bercerai. Berdamai lebih baik bagi anak daripada mereka terlantar (tidak terurus). Berdamai lebih baik daripada bercerai. Perceraian adalah rayuan iblis dan termasuk perbuatan Harut dan Marut.
Alloh berfirman:

Maka mereka mempelajari dari keduanya (Harut dan Marut) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka tidak dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Alloh. (QS. al-Baqoroh [2]: 102)

Di dalam Shohih Muslim dari sahabat Jabir bin Abdulloh, ia berkata: Rosululloh bersabda:

“Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas lautan. Kemudian ia mengirimkan bala tentaranya. Tentara yang paling dekat kedudukannya dengan iblis adalah yang menimbulkan fitnah paling besar kepada manusia. Seorang dari mereka datang dan berkata: ‘Aku telah lakukan ini dan itu.’ Iblis menjawab: ‘Engkau belum melakukan apa-apa.’” Nabi melanjutkan: “Lalu datanglah seorang dari mereka dan berkata: ‘Tidaklah aku meninggalkannya sehingga aku berhasil memisahkan ia (suami) dan istrinya.’” Beliau melanjutkan: “Lalu iblis mendekatkan kedudukannya. Iblis berkata: ‘Sebaik-baik pekerjaan adalah yang telah engkau lakukan.’” ( HR. Muslim [no.2813 (67) )

Ini menunjukkan bahwa perceraian adalah perbuatan yang dicintai setan.

Apabila dikhawatirkan terjadinya perpecahan antara suami istri, hendaklah hakim atau pemimpin mengirim dua orang juru damai. Satu dari pihak suami dan satu lagi dari pihak istri untuk mengadakan perdamaian antara keduanya. Apabila keduanya damai, maka Alhamdulillah. Namun apabila permasalahan terus berlanjut antara keduanya kepada jalan yang telah digariskan dan keduanya tidak mampu menegakkan batasan-batasan Alloh (syari’at dan hukum-hukum-Nya) di antara keduanya. Yaitu istri tidak lagi mampu menunaikan hak suami yang disyari’atkan dan suami tidak mampu menunaikan hak istrinya, serta batas-batas Alloh menjadi terabaikan di antara keduanya dan keduanya tidak mampu menegakkan ketaatan kepada Alloh, maka ketika itu urusannya seperti yang Alloh firmankan:

Dan jika keduanya bercerai, maka Alloh akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari karunia-Nya. Dan Alloh Mahaluas (karunia-Nya) lagi Mahabijaksana. (QS. an-Nisa’ [4]: 130) (2)

__________________________________________________

(2)   Dinukil dari Fiqh Ta’ammul bainaz-Zaujaini (hlm. 87–92) secara ringkas.

Alloh Ta’ala berfirman:

Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Alloh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang sholih adalah mereka yang taat (kepada Alloh) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Alloh telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz (3) , hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Alloh Mahatinggi lagi Mahabesar. Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Alloh memberi taufiq kepada suami istri itu. Sungguh, Alloh Maha Mengetahui lagi Mahateliti. (QS. an-Nisa’ [4]: 34–35)

__________________________________________________

(3)   Nusyuz yaitu meninggalkan kewajibannya selaku istri, seperti meninggalkan rumah tanpa seizin suaminya.

Pada hakikatnya, perceraian dibolehkan menurut syari’at Islam, dan ini merupakan hak suami. Hukum talak (cerai) dalam syari’at Islam adalah dibolehkan.

Adapun hadits yang mengatakan bahwa “perkara halal yang dibenci oleh Alloh adalah talak (cerai)” yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2178), Ibnu Majah (no. 2018), dan al-Hakim (2/196) adalah hadits lemah. Hadits ini dilemahkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam al-‘Ilal, dilemahkan pula oleh Syaikh al-Albani dalam Irwa ul Gholil (no. 2040).

Meskipun talak (cerai) dibolehkan dalam ajaran Islam, tetapi seorang suami tidak boleh terlalu memudahkan masalah ini. Ketika seorang suami akan menjatuhkan talak, ia harus berpikir tentang maslahat (kebaikan) dan mafsadat (kerusakan) yang mungkin timbul akibat perceraian agar jangan sampai membawa kepada penyesalan yang panjang. Ia harus berpikir tentang dirinya, istrinya, dan anak-anaknya, serta tanggung jawabnya di hadapan Alloh pada hari kiamat.

Kemudian bagi istri, bagaimanapun kemarahannya kepada suami, hendaklah ia tetap sabar dan janganlah sekali-kali ia menuntut cerai kepada suaminya. Terkadang ada istri meminta cerai disebabkan masalah kecil atau karena suaminya menikah lagi (berpoligami) atau menyuruh suaminya menceraikan madunya.

Hal ini tidak dibenarkan dalam agama Islam. Jika si istri masih terus menuntut cerai, maka haram atasnya aroma surga, berdasarkan sabda Nabi :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلَاقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ.

“Siapa saja wanita yang menuntut cerai kepada suaminya tanpa ada alasan yang benar, maka haram atasnya aroma surga.” (4)
Abu Huroiroh berkata:
نَهَى رَسُوْلِ اللهِ n: … وَلَا تَسْأَلُ الْمَرْأَةُ طَلَاقَ أُخْتِهَا لِتَكْفَأَ مَا فِيْ إِنَائِهَا ….

“Rosululloh melarang: ‘… dan janganlah seorang istri meminta (suaminya) untuk menceraikan saudari (madu)nya agar memperoleh nafkahnya.’” (5)

__________________________________________________

(4)   Hadits shohih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2226), Tirmidzi (no. 1187), Ibnu Majah (no. 2055), Darimi (2/162), Ibnul Jarud (no. 748), Ibnu Hibban (no. 1320), ath-Thobari dalam Tafsir-nya (no. 4843–4844), al-Hakim (2/200), al-Baihaqi (7/316), dari Tsauban .
(5) Hadits shohih: Diriwayatkan oleh al-Bukhori (no. 2140), Muslim (no. 1515 (12)), dan Nasa i (7/258).

Dalam agama Islam dibolehkan poligami (menikahi lebih dari satu istri) dan ini sama sekali bukan untuk menyakiti wanita atau berbuat zholim kepada wanita, melainkan disyari’atkan untuk mengangkat derajat wanita dan menghormati mereka. Sebab poligami telah disyari’atkan oleh Alloh Yang Mahaadil, Mahabijaksana, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.

Setiap keluarga selalu mendambakan terwujudnya rumah tangga yang bahagia, diliputi sakinah, mawaddah, dan rohmah. Oleh karena itu, setiap suami dan istri wajib menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan syari’at Islam dan bergaul dengan cara yang baik.

Kesimpulannya, wanita tidak boleh meminta cerai dari suaminya tanpa alasan syar’i. Kepada suami istri, hendaklah selalu melaksanakan kewajiban yang Alloh bebankan kepadanya, menjauhi apa-apa yang dilarang, dan selalu berdo’a kepada Alloh agar dikaruniai pasangan dan keturunan yang sholih dan sholihah.

Wahai Robb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. al-Furqon [25]: 74)

http://almawaddah.wordpress.com/2009/02/18/rumah-tangga-yang-ideal/

Jilbab, Menutup Aurat atau Membalut Aurat…?

Jilbab bukan lagi menjadi kata yang asing didengar, terlebih belakangan ini, di mana wanita muslimah berbondong-bondong untuk mengenakan jilbab – dengan prasangka baik – bahwa mereka melakukannya sebagai wujud ketaatan akan perintah Allah dan Rasul-Nya. Ada perasaan nyaman bagi sebagian orang yang mengenakannya, karena pakaian yang dikenakannya akan meninggalkan kesan yang ‘lebih Islami’, terlepas dari cara dan mode pakaian yang dia kenakan.
Yang tidak banyak disadari, atau mungkin lebih sering diabaikan, bahwa jilbab bukan sekedar mengenakan pakaian lengan panjang, betis tertutup hingga tumit, dada dan leher terhalang dari padangan orang. Bahwa jilbab bukan sekedar membalut anggota-anggota tubuh yang tidak semertinya terlihat selain mahram. Tidak, Jilbab lebih dari itu!

 

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. (QS Al-Ahzab [33] : 59)

Jilbab sejatinya adalah ‘body covering’, penutup tubuh (aurat) yang akan melindungi seorang wanita, dari pandangan dan penilaian orang lain, khususnya laki-laki, dan bukannya ‘body shaping’, pembalut tubuh yang menampilkan seluruh lekuk liku tubuh seorang wanita, membuat orang menoleh kepadanya.

Jilbab, di tangan wanita muslimah masa kini, telah kehilangan esensinya. Seperti komentar seorang rekan kerja dulu, ketika melihat dua orang gadis remaja berboncengan dengan jilbab yang serba ketat, “Yah.. jilbab sekarang kan untuk membalut aurat, bukan untuk menutup aurat!”

Padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah memperingatkan:

وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya,” (QS An-Nuur [24] : 31)

Saat ini, di tangan wanita muslimah masa kini, jilbab itu sendiri adalah perhiasan. Sebagian orang yang mengenakannya justru mengundang orrang (baca: laki-laki) untuk melihatnya, Betapa tidak, pakaian terututup yang serba ketat justru menggoda orang ingin tahu apa yang ada di baliknya. Baju model baby doll berlengan pendek, dipadu dengan manset dan jeans atau bicycle pants super ketat, atau jenis pakaian ketat yang menampilkan lekuk tubuh lainnya. Jika sudah begitu lalu apa bedanya dengan pakaian yang lainnya? Tambahan sepotong kain yang dililitkan pada kepala dan leher tidak menjadikan sebuah pakaian dikatakan berjilbab, karena toh yang memakainya masih terlihat seperti telanjang. Padahal Rasulullah telah memberikan peringatan keras, kepada para wanita yang berpakaian tetapi telanjang:

“Ada dua golongan penduduk neraka yang sekarang saya belum melihat keduanya, yaitu: wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, yang berlenggak-lenggok dan memiringkan kepalanya seperti punuk unta, dimana mereka tidak akan masuk surga, bahkan mencium baunya pun tidak bisa” (HR Muslim dan Ahmad)

Hadits ini telah diabaikan, entah karena tidak tahu, atau mungkin tidak diperdulikan! Atau mungkin terlalu takut untuk mengetahui kebenaran yang akan menyebabkannya merasa terasing dari masyarakat, lalu membuatnya mentup mata, hati dan telinga. Atau bahkan yang lebih mengerikan lagi, dengan sengaja memberikan penafsiran berbeda mengenai perintah untuk menutup aurat itu, demi memenuhi hawa nafsunya!

Aduhai, entah kemana perginya rasa takut itu, seolah-olah kehidpan di dunia ini akan berlangsung selamanya dan ancaman manusia mulia, hamba dan utusan Allah untuk memberikan peringatan kepada manusia, tidak berarti apa-apa kecuali hanya sekedar gertak sambak! Na’udzubillah! Entah kemana perginya rasa malu yang seharusnya bermanifestasi pada prilaku dan cara berpakaian? Sebagian besar kita justru terlena pada penilaian kebanyakan orang. “Berjilbab bukan berarti ketinggalan zaman.” Atau, “Dengan jilbab pun bisa tampil modis dan trendi.” Entah mengapa, kita menjadi latah dengan penilaian orang kafir, mengenakan jilbab syar’I adalah symbol keterbelakangan, bahkan yang lebih menyedihkan lagi yang terjadi akhir-akhir ini, jilbab besar adalah cirri aliran sesat dan pengikut paham esktrimis!

Islam telah memuliakan wanita, menjaga kehormatan wanita dengan menetapkan batasan-batassannya, bukan untuk menjadikan wanita terkekang, sebaliknya bahkan untuk melindungi kaum wanita. Tubuh seorang wanita adalah milik pribadinya, bukan properti umum yang dapat dilirik, ditaksir dan diberikan penilaian. Wanita sejatinya adalah individu yang bebas, ketika dia mengikuti apa yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya bagi dirinya. Jangan mengira bahwa wania-wanita yang tampil trendi itu adalah orang-orang yang memiliki lebebasam memilih, karena toh mereka terkungkung oleh pandangan orang lain. Sederhana sekali, jika seseorang atau beberapa orang mengatakan kepada anda “kamu cantik dengan baju ini, atau dengan warna itu,” anda lalu mengikuti perkataannya. Padahal cantik adalah sebuah ukuran relatif yang senantiasa berfluktuasi sepanjang zaman. Layaknya mata uang, ia bisa mengalami devaluasi, Lalu di mana letak kebebasan itu, ketika seorang wanita membiarkan dirinya terbawa arus fluktuasi itu? Pilihan orang banyak adalah pilihannya? Pendapat orang banyak adalah pendapatnya?

Pada kenyataannya, jilbab adalah sesuatu yang masih asing di kalangan wanita muslimah, karena yang bertebaran saat ini hanyalah sekedar penutup kepala, pembalut tubuh, trend mode dan bukannya jilbab yang seharusnya berfungsi untuk menutup aurat dengan sempurna. Wallahu a’lam.

Semoga Allah memberikan kita taufik dan hidayah untuk menjalankan ketaatan kepada-Nya, dan istiqamah di atas ketaatan itu. Amin.

 

http://www.khayla.net/2009/10/jilbab-menutup-aurat-atau-membalut.html

Untukmu Wahai Wanita…

Wahai wanita yang dulu dikenal kemuliaannya Sedangkan sekarang mereka menginginkanya jadi bahan mainan dan senda gurau Tidaklah sama antara orang yang dibimbing oleh Rosululloh shollallohu’ alayhi wa sallam dengan orang yang mengikuti jejak Abu Jahal

Tidaklah sama antara wanita yang menjadikan ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anhu sebagai suri tauladannya dengan yang mengikuti langkah si pembawa kayu bakar (istri Abu Lahab)

Sesungguhnya malu adalah sebagian dari iman Maka jadikanlah ia hiasanmu wahai saudariku dan harapkanlah pahala karenanya

Jangan kau pedulikan apa yang mereka lontarkan dari berbagai kerancuan Karena engkau punya akal yang menunjukimu

Berpeganglah dengan bikhul tali keimanan Jagalah wibawamu dan jauhilah para pengajak kesesatan dan tinggalakan mereka

Kenistaan merupakan penyakit yang bahayanya akan menular seperti penyakit kudis

Jagaalah rasa malumu sebagaimana engkau menjaga kehormatanmu dan jangan lemah Bersabar dan tabahlah untuk menggapai keridhoan ALLAH subhaana wa ta’aLa

Betapa buruknya seorang gadis yang tidak punya rasa malu Sekalipun ia memakai perhiasan emas dan permata

Jilbab yang kita inginkan adalah kehormatan Bagi setiap wanita yang tidak ingin dicela dan dihina

Jika iblis merayumu untuk berbuat maksiat Maka binasakan dia dengan membaca istighfar

Juga dengan sholat di pagi hari dengan penuh kekhusyu’an Bersujud untuk mengakui dosa-dosa dan mendekatkan diri pada ALLAH ‘azza wa jaLLa

Tidak beguna kecantikan dan kecerdasan seorang gadis Jika tidak dipergunakan di jalan kebaikan

Kacantikannya hanya sebatas miliknya Akan tetapi yang bermanfaat bagi manusia adalah kehormatan dan kesholihannya

…Dikutip dari buku “Wahai Saudari Muslimah PAKAILAH JILBABMU, Karya Abdullah bin Abdurrahman Al-Duwaisy (Hakim di Mahkamah Bagian di Riyadh), Hal 10 – 11…

Kehidupan Sehari-Hari Yang Islami Syaikh Abdullah bin Jaarullah bin Ibrahim Al-Jaarullah

 

Ukhty Sayang…
Ingatlah firman Alloh Ta’ala:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)
Dengan penuh pengharapan bahwa kebahagiaan dunia dan akhirat yang akan kita dapatkan, maka ana sampaikan risalah yang berisikan pertanyaan-pertanyaan ini ke hadapan ukty untuk direnungkan dan dijawab dengan perbuatan.
Pertanyaan-pertanyaan ini sengaja ana angkat ke hadapan ukhty dengan harapan yang tulus dan cinta karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, supaya kita bisa mengambil manfaat dan faedah yang banyak darinya, disamping itu sebagai bahan kajian untuk melihat diri kita, sudah sejauh mana dan ada dimana posisinya selama ini. Ana tidak menginginkan sesuatu kecuali kebaikan bagi kita bersama ya ukhty sayang..

Ukhty sayang…
Risalah ini dinukilkan dari buku saku yang sangat bagus dan menawan yaitu Zaad Al-Muslim Al-Yaumi (Bekal Muslim Sehari-hari) dari hal. 51 – 55, bab Hayatu Yaumi Islami yang diambil dari kitab Al-Wabil Ash-Shoyyib oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah dan diterjemahkan oleh Ustadz Fariq Gasim Anuz semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalasnya dengan pahala dan surga-Nya.

Kehidupan Sehari-hari Yang Islami :
1.Apakah ukhty selalu menjaga Shalat yang lima waktu diawal waktu?
2.Apakah ukhty hari ini membaca Al-Qur’an?
3.Apakah ukhty rutin membaca Dzikir setelah selesai melaksanakan Shalat wajib?
4.Apakah ukhty selalu menjaga Shalat sunnah Rawatib sebelum dan sesudah Shalat wajib?
5.Apakah ukhty (hari ini) Khusyu dalam Shalat, menghayati apa yang ukhty baca?
6.Apakah ukhty (hari ini) mengingat Mati dan Kubur?
7.Apakah ukhty (hari ini) mengingat hari Kiamat, segala peristiwa dan kedahsyatannya?
8.Apakah ukhty telah memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebanyak tiga kali, agar memasukkan ukhty dalam Surga? Maka sesungguhnya barang siapa yang memohon demikian, Surga berkata : “Wahai Allah Subhanahu wa Ta’ala masukkanlah ia ke dalam Surga”.
9.Apakah ukhty telah meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar diselamatkan dari api neraka sebanyak tiga kali? Maka sesungguhnya barangsiapa yang berbuat demikian, neraka berkata : “Wahai Allah peliharalah dia dari api neraka”. (Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya : “Barangsiapa yang memohon Surga kepada Allah sebanyak tiga kali, Surga berkata: “Wahai Allah masukkanlah ia ke dalam Surga. Dan barangsiapa yang meminta perlindungan kepada Allah agar diselamatkan dari api neraka sebanyak tiga kali, neraka berkata: “Wahai Allah selamatkanlah ia dari neraka”. (Hadits Riwayat Tirmidzi dan di shahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami No. 911. Jilid 6).
10.Apakah ukhty (hari ini) membaca hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?
11.Apakah ukhty pernah berfikir untuk menjauhi teman-teman yang tidak baik?
12.Apakah ukhty telah berusaha untuk menghindari banyak tertawa dan bergurau?
13.Apakah ukhty (hari ini) menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala?
14.Apakah ukhty selalu membaca Dzikir pagi dan sore hari?
15.Apakah ukhty (hari ini) telah memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas dosa-dosa (yang ukhty perbuat)?
16.Apakah ukhty telah memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan benar untuk mati Syahid? Karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya: “Barangsiapa yang memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan benar untuk mati syahid, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan kedudukan sebagai syuhada meskipun ia meninggal di atas tempat tidur”. (Hadits Riwayat Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam shahihnya, Al-Hakim dan ia menshahihkannya).
17.Apakah ukhty telah berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar ia menetapkan hati ukhty atas agama-Nya?
18.Apakah ukhty telah mengambil kesempatan untuk berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di waktu-waktu yang mustajab?
19.Apakah ukhty telah membeli buku-buku agama Islam untuk memahami agama? (Tentu dengan memilih buku-buku yang sesuai dengan pemahaman yang dipahami oleh para Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena banyak juga buku-buku Islam yang tersebar di pasaran justru merusak pemahaman Islam yang benar -pent).
20.Apakah ukhty telah memintakan ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk saudara-saudara mukminin dan mukminah? Karena setiap mendo’akan mereka ukhty kan mendapat kebajikan pula.
21.Apakah ukhty telah memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala (dan bersyukur kepada-Nya -pent) atas nikmat Islam?
22.Apakah ukhty telah memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat mata, telinga, hati dan segala nikmat lainnya?
23.Apakah ukhty hari-hari ini telah bersedekah kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkannya?
24.Apakah ukhty dapat menahan marah yang disebabkan urusan pribadi, dan berusaha untuk marah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala saja?
25.Apakah ukhty telah menjauhi sikap sombong dan membanggakan diri sendiri?
26.Apakah ukhty telah mengunjungi saudara seagama, ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala?
27.Apakah ukhty telah menda’wahi keluarga, saudara-saudara, tetangga, dan siapa saja yang ada hubungannya dengan diri ukhty?
28.Apakah ukhty termasuk orang yang berbakti kepada orang tua?
29.Apakah ukhty mengucapkan “Innaa Lillahi wa innaa ilaihi raji’uun” jika mendapatkan musibah?
30.Apakah ukhty hari ini mengucapkan do’a ini: “Allahumma inii a’uudubika an usyrika bika wa anaa a’lamu wastagfiruka limaa la’alamu = Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan Engkau sedangkan aku mengetahui, dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap apa-apa yang tidak aku ketahui”. Barangsiapa yang mengucapkan yang demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menghilangkan darinya syirik besar dan syirik kecil. (Lihat Shahih Al-Jami’ No. 3625).
31.Apakah ukhty berbuat baik kepada tetangga?
32.Apakah ukhty telah membersihkan hati dari sombong, riya, hasad, dan dengki?
33.Apakah ukhty telah membersihkan lisan dari dusta, mengumpat, mengadu domba, berdebat kusir dan berbuat serta berkata-kata yang tidak ada manfaatnya?
34.Apakah ukhty takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal penghasilan, makanan dan minuman, serta pakaian?
35.Apakah ukhty selalu bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan taubat yang sebenar-benarnya di segala waktu atas segala dosa dan kesalahan?

Ukhty yang ku sayangi karena ALLAH…..
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di atas dengan perbuatan, agar kita menjadi orang yang beruntung di dunia dan akhirat…..
Insya ALLAH…….

Malang Kota BUnga….
26 November 2010

Hamba Dhoif,
(Ayu Syifa ‘Ummu Rosyid’)

Ummu Misyma Wardhani

 

4 (Empat) Nasehat buat Saudariku Muslimah

Dunia telah menawarkan gemerlap perhiasannya. Di sana ada sisi-sisi kehidupan yang mengancam kehormatan kaum wanita. Tak layak kita lalai menelaah ancaman itu melalui untaian nasihat untuk mengingatkan setiap wanita muslimah yang menginginkan keselamatan.

Saudariku muslimah, hendaknya engkau waspada akan bahaya hubungan yang haram dan segala yang berselubung “cinta” namun menyembunyikan sesuatu yang nista. Engkau pun hendaknya berhati-hati terhadap pergaulan bebas dengan para pemuda ataupun laki-laki tak bermoral yang ingin merampas kehormatanmu di balik kedok “cinta”.

Duhai saudariku muslimah – semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya padamu – ada hal-hal yang semestinya engkau waspadai :

Pertama, tabarruj1. Hati-hatilah, jangan sampai dirimu terjatuh dalam perangkapnya dan janganlah kecantikan yang Allah anugerahkan kepadamu membuatmu terpedaya. Sesungguhnya akhir dari sebuah kecantikan hanyalah bangkai yang menjijikkan dalam kegelapan kubur dan secarik kain kafan, beserta cacing-cacing yang merasa iri padamu dan merampas kecantikan itu darimu.

Ingatlah Saudariku, wanita yang bertabarruj berhak mendapatkan laknat, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam2 :

Laknatilah mereka (wanita yang bertabarruj), karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang terlaknat”.

Bahkan Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam telah bersabda3:

Dan wanita-wanita yang berpakaian namun (pada hakekatnya) telanjang, mereka berlenggak-lenggok, kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk ke dalam surga, bahkan mereka tidak akan dapat mencium harumnya surga, padahal wanginya dapat tercium dari jarak sekian-sekian”.

Tidakkah engkau ketahui, duhai Saudariku, saat ini wanita telah menjadi barang dagangan yang murah. Buktinya adalah iklan-iklan televisi. Tidaklah engkau melihat iklan sepatu atau alat-alat olahraga, bahkan iklan kolam renang, pasti di sana ditayangkan sosok wanita.

Di manakah gerangan orang-orang yang menuntut kebebasan kaum wanita? Sesungguhnya mereka menuntut kebebasan wanita bukanlah karena simpati atau iba terhadap wanita, justru mereka menuntut kebebasan itu agar dapat menikmati wanita!

Satu bukti bahwa wanita itu tidak berharga di sisi mereka adalah ucapan salah seorang dari“serigala” tak bermoral. Ia menyatakan: ”Gelas (khamar) dan perempuan cantik lebih banyak menghancurkan umat Muhammad daripada seribu senjata. Maka tenggelamkanlah mereka dalam cinta syahwat”.

Tahukah dirimu, bagaimana para wanita diperdagangkan oleh orang-orang yang menuntut kebebasannya? Seakan-akan mereka berkata:

Janganlah kau tertipu dengan senyumanku

Karena kata-kataku membuatmu tertawa,

Namun sesungguhnya perbuatanku membuatmu menangis

Keduatelepon. Berapa banyak sudah pemudi yang direnggut kesuciannya dan ditimpa kehancuran dalam kehidupannya? Bahkan sebagian di antara mereka bunuh diri. Semua itu tidak lain disebabkan oleh telepon.

Coba engkau simak kisah ini! Sungguh, di dalamnya tersimpan pelajaran berharga. Ada seorang gadis berkenalan dengan seorang pemuda melalui telepon, kemudian mereka menjalin hubungan akrab. Seiring berlalunya waktu tumbuhlah benih-benih asmara di antara mereka. Suatu hari “serigala” itu mengajaknya pergi. Tatkala ia berada di atas mobil, lelaki itu menghisap rokok.

Ternyata asap rokok itu membiusnya. Setelah sadar ia temukan dirinya berada di depan pintu rumahnya dalam keadaan telah dilecehkan kehormatannya. Ia mendapati dirinya mengandung anak hasil zina. Akhirnya gadis itu bunuh diri, karena ingin lari dari aib dan cela. Sungguh lelaki itu ibarat seekor serigala yang memangsa kambing betina. Setelah puas mengambil apa yang ia kehendaki, ia pergi dan meninggalkannya.

Ketigakhalwat.4 Semestinya engkau jauhi khalwat, karena khalwat adalah awal bencana yang akan menimpamu, sebagaimana ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam5 :

Tidaklah seorang lelaki berkhalwat (berduaan) dengan seorang perempuan kecuali yang ketiganya adalah syaitan”.

Apabila syaitan datang padamu, ia akan menjerumuskanmu dalam musibah. Berapa banyak gadis yang diperdaya oleh lelaki tak bermoral, hingga terjadilah perkara yang keji. Semuanya dikemas dengan label “cinta”.

Ada seorang gadis pergi berdua bersama pasangannya, lalu lelaki itu merayunya dengan kata-kata yang manis. Dikatakannya pada gadis itu, yang mereka lakukan itu adalah sesuatu yang indah dan menyenangkan. Akhirnya lelaki itu pun mengajaknya pergi ke tempat yang sunyi. Ketika sang gadis meminta untuk pulang, lelaki itu menolaknya, kemudian…

Keempatpergaulan yang jelek. Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda6 :

Seseorang itu ada diatas agama temannya, maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa yang ia jadikan teman

Wahai saudariku, ambillah pelajaran dari selainmu, sebelum engkau mengalami apa yang ia alami. Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dapat memetik nasihat dari peristiwa yang menimpa orang lain, dan orang yang celaka adalah orang yang hanya bisa mendapat nasihat dari sesuatu yang menimpa dirinya sendiri.

Akhirnya, segala puji hanyalah bagi Allah Rabb seluruh alam.

(diterjemahkan dari kitabUkhti Al Muslimah Ihdzari Adz Dzi’ab karya Salim Al ‘Ajmi oleh Ummu ‘Affan Nafisah bintu Abi Salim)

Catatan Kaki:

1. Tabarruj adalah berhias di depan selain mahramnya

2. Diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad nomor 7083 dengan tahqiq Ahmad Syakir. Beliau mengatakan :”Sanad hadits ini shahih”.

3. Diriwayatkan Imam Muslim nomor 2128.

4. Khalwat adalah berdua-duaan dengan selain mahram.

5. Shahih Sunan At-Tirmidzi karya Syaikh Al Albani : 1187 dan dalam Silsilah Ash-Shahihah karya beliau juga nomor hadits 430.

6. Diriwayatkan Imam Ahmad dan Abu Dawud, lihatlah Silsilah Ash-Shahihah Imam Al-Albani nomor 927.

Dikutip dari: http://www.asysyariah.com Penulis : Ummu ‘Affan Nafisah bintu Abi Salim Judul: Jangan Biarkan Tangan Itu Merenggutmu.

 

Apapun Kata Orang, Inilah Jalanku

Mereka bilang kerudungku seperti nenek-nenek
padahal rambut mereka seperti daun kering melambai.
Mereka bilang jilbabku ketinggalan zaman
padahal tank-top mereka seperti koteka zaman batu.
Mereka bilang ucapanku seperti orang yang ceramah
padahal rumpian mereka tak lebih indah dari dengungan segerombol lebah.
Mereka bilang cara berfikirku ”ketuaan”
padahal umur kepala dua mereka tidak menjadikannya lebih dewasa dari seorang anak kecil berumur 5 tahun.
Mereka bilang tingkah polahku tidak enerjik,
padahal laku mereka lebih menyerupai banteng seruduk sana-seruduk sini.
Mereka bilang dandananku pucat,
padahal penampilan mereka lebih mirip dengan ondel-ondel
Mereka bilang aku nggak gaul,
padahal untuk mengenal konspirasi saja
mereka geleng-geleng.
Mereka bilang:
aku sok suci
aku tidak menikmati hidup
aku nggak ngalir
aku fanatik sok lebay
dan sok bau surga.
Ku jawab:
Ya, aku berusaha untuk terus mensucikan diri.
Karena najis tidak pernah mendapatkan tempat dimanapun berada,
meskipun letaknya di atas tahta emas.
Ya, aku tidak menikmati hidup ini. Karena hidup yang kudambakan bukan hidup yang seperti ini yang lebih buruk dari hidupnya binatang ternak
Ya, aku nggak ngalir. Aku adalah ikan yang akan terus bergerak, tidak terseret air yang mengalir sederas apapun alirannya. Karena aku tidak ingin jatuh ke dalam pembuangan.
Ya, aku fanatik. Karena fanatik dalam kebenaran yang sesuai fitrah adalah menyenangkan dibanding fanatik dalam kesalahan yang fatrah (kufur)
Ya, aku memang sok lebay. Karena aku adalah manusia yang lemah yang terserang makhluk kecil macam virus saja tubuhku sudah ambruk, manusia yang bodoh yang tidak mengetahui nasib hidupku satu detik setelah ini, manusia yang serba kurang dan punya batas waktu yang ketika waktu itu habis aku tidak bisa mengulurnya ataupun mempercepatnya
Ya, aku ingin mencium bau surga yang dijanjikan Tuhanku yang baunya dapat tercium dari jarak ratusan tahun cahaya. Betapa meruginya orang yang tidak bisa mencium bau surga, karena itu menandakan betapa jauhnya posisinya dari surga…
Kullu maa huwa aatin qoribun
Segala sesuatu yang pasti datang itu dekat…
Manusia dibekali Islam dan Muhammad Sallaullahu’alaihiwasallam  sebagai pembawa huda dan haq
Manusia juga dibekali akal oleh Rabb Sang Pencipta
Namun, manusia diberi kebebasan memilih untuk hidupnya
Dan, there is only one choice
Untuk itulah aku memilih jalanku
Memilih jalan hidupku
Hidup yang aku dambakan
Mendamba apa yang telah dijanjikanNya
Janji yang tak akan pernah teringkari
Whatever… what they said
“Jika kamu menuruti kebanyakan manusia yang ada di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (Qs. Al-An’am 116).
“Allah tidak akan mengingkari janji-janjiNya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Qs. Ar-Rum 6).
oleh Teuku Ghoffal Abu Nabiel

Bilakah Wanita Berhaji

Oleh Ustadz Abu Ammar Al-Ghoyami

Haji ke Baitulloh diwajibkan oleh Allah Ta’ala atas seluruh umat Islam. Hal ini sebab haji merupakan salah satu rukun Islam. Sehingga setiap muslim maupun muslimah wajib menunaikan haji. Hanya saja haji wajib ditunaikan sekali saja dalam seumur hidup, Adapun selebihnya merupakan ibadah tathowwu’ dan hukumnya sunnah.

Haji merupakan amal ibadah yang sangat tinggi keutamaannya. Ia merupakan amalan yang paling afdhol. Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang amalan yang paling afdhol, maka beliau menyebutkan ialah iman kepada Alloh dan kepada Rosul-Nya kemudian jihad fisabilillah kemudian haji mabrur. [HR. al-Bukhori no. 26 dan 1447 dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu.]

Bahkan haji merupakan jihadnya kaum muslimah. Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah mengatakan kepada Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rosululloh, menurut kami jihad merupakan amalan yang paling utama, apakah tidak lebih baik kami turut berjihad?” Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

لاَ لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ

“Tidak. Justru jihad yang paling utama ialah haji mabrur.” [HR. al- Bukhori no. 1448]

Dan ketika beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha, apakah kaum muslimah wajib berjihad, beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan:

“Ya. (Kaum muslimah) mereka juga wajib berjihad yang tidak terdapat peperangan di dalamnya, yaitu haji dan umroh,” [HR. Ibnu Majah no. 2901, Ahmad 6/165, ad-Daruquthni no. 282 dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohihut-Targhib 2/106]

Hadits di atas menunjukkan bahwa jihad yang paling afdhol ialah haji dan umroh yang keduanya merupakan jihadnya kaum muslimah.

KAPAN MUSLlMAH WAJIB BERHAJI?

Namun begitu, tidak seluruh kaum muslimah dituntut menunaikan jihad yang paling mulia ini di setiap saat dan keadaan. Artinya, menunaikan haji merupakan kewajiban yang mulia namun hanya wajib ditunaikan oleh mereka yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Dalam hal ini Alloh Ta’ala berfirman:

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Alloh, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitulloh.” [QS. Ali Imron (3):97]

Disebutkan oleh para ulama bahwa seorang muslimah wajib berhaji bila telah terpenuhi padanya lima syarat berikut: ia harus sudah baligh, sehat akalnya, ia seorang yang merdeka bukan budak belian, ia sanggup mengadakan perjalanan ke Baitulloh sebagaimana ayat tersebut di atas, dan terakhir disertai suami atau mahromnya. [Irsyadus sari-qismu stani, Muhammad Ibrohim Syaqroh, hlm. 19]

MAKNA KESANGGUPAN

Dalam ayat di atas, Alloh Ta’ala mensyaratkan kesanggupan, yang dalam bahasa Arab disebutistitho’ah, Apa makna kesanggupan yang dimaksudkan ayat tersebut?

Apabila seorang muslimah yang telah terpenuhi empat syarat tersebut di atas (baligh, sehat akal, merdeka, ada suami yang siap menemaninya atau mahromnya), ditambah ia memiliki bekal yang mencukupinya untuk kepergian serta kembalinya, bekal yang cukup untuk diri dan tanggungannya sampai ia kembali, ada kendaraan yang membawanya serta bekalnya ke Makkah, keadaan perjalanan aman tidak mengkhawatirkan; maka telah terpenuhilah istitho’ah(kesanggupan) yang dikehendaki oleh Alloh Ta’ala atas seorang muslimah tersebut untuk berhaji ke Baitulloh.

Istitho’ah tidak terkait dengan masanya, telah lama atau baru beberapa saat saja terpenuhinya. Akan tetapi ketika masa haji tiba dan istitho’ah telah ada pada seorang muslimah, maka saat itulah ia wajib menunaikan haji ke Baitulloh. Sehingga, seandainya ada seorang muslimah yang telah mendapati seluruh persyaratan istitho’ah tersebut selama berbulan-bulan, lalu tatkala tiba masa haji istitho’ah itu hilang darinya, maka ia tidak lagi wajib berhaji. [Irsyadus sari-qismu tsani, Muhammad Ibrohim Syaqroh, hlm. 21]

BERHAJI WAJIB DISEGERAKAN

Bagi siapa saja yang seluruh syarat istitho’ah telah terpenuhi padanya, maka ia wajib berusaha untuk segera berhaji, baik ia seorang muslim maupun seorang muslimah.

Alloh Ta’ala berfirman:

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Alloh, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitulloh.” [QS. Ali Imron (3): 97]

Disebutkan bahwa makna kewajiban terhadap Alloh Ta’ala mengandung makna wajib disegerakan. Sebab ia bermakna pemenuhan seruan. Sebagaimana hal ini termasuk makna yang dipahami dari bahasa Arab. [Irsyadus sari-qismu tsani, Muhammad Ibrohim Syaqroh, hlm. 22]

Perintah wajibnya menyegerakan haji bagi siapa saja yang telah terpenuhi syarat-syaratistitho’ah padanya juga disebutkan oleh Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau:

“Segeralah berhaji -yaitu haji wajib, karena seseorang di antara kalian tidak tahu apa yang akan menghalanginya (bila ia menundanya).” [HR. Ahmad 11314, hadits hasan sebagaimana di dalam al-Irwa’no. 990]

Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar haji disegerakan bagi siapa saja yang syarat-syarat istitho’ah telah terpenuhi padanya. Sebab penghalang-penghalangnya bisa saja datang tiba-tiba sehingga menghalanginya dari menunaikan haji lalu ia pun terjatuh dalam kubangan dosa sebab telah menyelisihi sabda Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam di atas.

Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan beberapa penghalang yang mungkin muncul, yaitu sakit, rusak atau hilangnya kendaraan, bermunculannya kebutuhan yang mungkin sekali akan melahap sejumlah harta yang akan dipergunakan untuk berhaji. Sehingga dosanya ialah sebab ia telah menyia-nyiakan istitho’ahnya sehingga bangkit dan muncullah penghalangnya. [Irsyadus sari -qismu tsani, Muhammad Ibrohim Syaqroh, hlm. 34]

BILA TIDAK ADA SUAMI ATAU MAHROM

Seandainya seorang muslimah telah mendapati seluruh syarat wajib berhaji kecuali adanya suami atau mahrom yang menyertai perjalanannya, maka ia menjadi tidak wajib berhaji sebab ia kehilangan salah satu syarat istitho’ah. Sebab, adanya suami atau mahrom yang menemani seorang muslimah berhaji merupakan salah satu syarat terpenuhinya istitho’ah baginya. Sehingga bila ia (suami atau mahromnya) tidak ada, maka berhaji pun menjadi tidak wajib baginya.

Para ulama menjelaskan sebabnya ialah karena seorang wanita muslimah dilarang bepergian jauh sendirian atau tanpa disertai suami atau mahromnya. Perjalanan-jauh di sini umum, baik untuk berhaji dan umroh at au untuk tujuan lainnya, Baik ada seorang wanita baik-baik yang menemaninya atau tidak, Baik hajinya itu haji yang wajib maupun haji yang tathowwu’ (sunnah), Baik muslimah tersebut sudah lanjut usia maupun masih muda, Seluruhnya masuk dalam larangan yang dimaksudkan.

Dalam hal ini banyak dalil dari haditsnya Nabi. Di antaranya yang diriwayatkan oleh al-Bukhori (Shohih Bukhori no. 1038), dan Muslim (Shohih Muslim 2/421), dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu bahwa Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak halal bagi seorang muslimah yang beriman kepada Alloh dan hari akhir bepergian jauh (misalnya) perjalanan sejauh sehari kecuali beserta laki-laki mahromnya.”

Larangan dalam hadits ini bersifat umum, termasuk bepergian untuk haji maupun lainnya.

Juga dalam riwayat lainnya, seperti disebutkan oleh Imam Muslim (Shohih Muslim 2/423), Abu Dawud (Sunan Abi Dawud no. 1728) dan at- Tirmidzi (Sunan at-Tirmidzi no. 1169) dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak halal bagi seorang muslimah yang beriman kepada Alloh dan hari akhir bepergian jauh (misalnya) perjalanan sejauh tiga hari atau lebih kecuali disertai bapaknya atau anak laki-lakinya atau suaminya atau saudara laki-lakinya atau seorang laki-laki dari mahromnya.”

Suatu hari, tatkala Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam berkhotbah, ada salah seorang sahabat beliau yang mengatakan bahwa dirinya telah siap ikut berjihad, bahkan dia ditunjuk sebagai salah satu pasukan jihad Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam saat itu, namun istrinya telah bersiap pergi haji, Maka Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya agar dia pulang dan menemani istrinya berhaji dan meninggalkan jihad. Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:

“Pulanglah dan berhajilah kamu bersama istrimu.” [HR. Muslim 2/424 dari Abu Ma’bad dari Abdulloh bin Abbas radhiyallahu ‘anhu]

Dari sini diketahui bahwa keberadaan suami atau mahrom adalah sangat penting bagi seorang muslimah. Sampai-sampai saat seorang suami ikut serta dalam pasukan jihad yang wajib sekalipun harus meninggalkan jihadnya dan harus pergi berhaji menemani istrinya.

Sebab wanita itu lemah. Mungkin sekali ada hal-hal atau kesulitan-kesulitan yang datang menimpa dan memayahkannya di saat ia sedang bepergian yang tidak kuasa menanganinya selain kaum laki-laki. Selain itu juga sebab kaum wanita itu menjadi pusat perhatian kaum laki-laki fasiq, sehingga harus ada mahrom atau suami yang menjaga dan melindunginya dari gangguan mereka. Sebab itulah, disyaratkan bagi yang menemani seorang muslimah bepergian, baik untuk haji maupun untuk selainnya, harus suami atau mahromnya yang sehat jasmani dan akalnya, sudah baligh dan harus muslim. Sebab sifat dasar orang kafir itu tidak amanah, [Tanbihat ala ahkam takhtashshu bilmukminat, DR Sholih bin Fauzan al-Fauzan, hlm, 68-69]

Sehingga, apabila seorang muslimah kehilangan satu syarat istitho’ah ini, yaitu tidak ada mahrom atau suami yang menyertainya, maka haji pun tidak wajib baginya. Bahkan dia diharamkan pergi menunaikannya tanpa suami atau mahromnya.

Wallohu a’lam.

Sumber: Majalah Almawaddah, Vol. 35, Dzulqo’dah 1431H / Oktober-November 2010

Untaian Nasehat untuk Kaum Muslimah Salafiyah

1.

Hendaklahbermuamalahkepada kaum muslimin dengan pergaulan yang baik termasuk juga kepada orang-orang kafir sekalipun.

Sesungguhnya Allah –‘azza wa jalla- berfirman :

وَقُولُواْ لِلنَّاسِ حُسْنًا – البقرة : 83

“Dan berkatalah kepada manusia dengan ucapan yang baik.” [QS. Al Baqoroh ayat 83]

Dan Allah Berfirman :

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا – النساء : 58

“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menunaikan amanat kepada keluarganya.” [QS. An Nisa ayat 58]

Dan Allah juga berfirman :

وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُواْ – الأنعام : 152

“Apabila kalian berkata maka hendaklah kalian berlaku adil.” [QS. Al An’am:152]

Dan Allah-Subhanallahu wa ta’ala- berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء للهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا – النساء : 135

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang-orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kalian memutarbalikkan atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”[QS. An Nisa ayat 135]

2.

Hendaklah kamu selalu berpakaian dengan pakaian muslimah, dan hendaklah kamu jangan menyerupai musuh-musuh islam.

Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya, dari hadits Abdullah bin Umar –radhiyallahu ‘anhuma- dia berkata: Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

من تشبه بقوم فهو منهم

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia merupakan bagian dari kaum tersebut.”

Dan Allah Yang Maha Perkasa berfirman dalam perkara pakaian;

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ – الأحزاب :59

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang-orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.” [Qs. Al Ahzab ayat 59]

Dan diriwayatkan oleh Turmudzi di dalam kitab “Jami”-nya, dari hadits ‘Abdullah bin Mas’ud – radhiyallahu ‘anhu- , ia berkata; Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam” bersabda:

المرأة عورة ؛ فإذا خرجت استشرفها الشيطان

“Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar maka syaitan akan menghiasinya.”

3.

Hendaklah kamu berbuat baik kepada suamimu jika kamu menginginkan kehidupan yang bahagia.

Sesungguhnya Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فأبت لعنتها الملائكة

“Apabila seorang laki-laki mengajak istrinya untuk berhubungan maka istrinya enggan niscaya malaikat melaknatnya.” [Muttafaqun ‘alaihi]<.span>

Dalam kitab Shahih Muslim :

إلا كان الذي في السماء غاضبًا عليها

“Maka penghuni langit marah kepadanya.”

4.

Hendaklah kamu merawat anak-anak kamu dalam naungan islam.

Telah diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dalam kitab Shahih mereka, dari hadits ‘Abdullah bin Umar -radhiyallahu ‘anhuma-, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.”

Dan disebutkan:

المرأة أنها راعية في بيت زوجها ومسؤولة عن رعيتها

“Seorang wanita sesungguhnya seorang pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.”

Dan dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, hadits dari Ma’qol bin Yasar -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata; Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

ما من راع يسترعيه الله رعيه ، ثم لم يحطها بنصحه إلا لن يجد رائحة الجنة

“Tidak ada seorang hamba yang Allah menyerahkan kepemimpinan kepadanya lalu ia tidak memimpin dengan penuh bimbingan, melainkan dia tidak akan mendapatkan wangi surga.”

Maka tidak pantas seseorang menyibukkan diri dengan berdakwah lalu ia lalai dalam mendidik anak-anaknya.

5.

Hendaklah para wanita ridho atas ketetapan Allah mengenai keutamaan laki-laki terhadap wanita.

Allah –subhanallaahu wata’ala- berfirman:

وَلاَ تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْض – النساء : 32

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.” [QS. An Nisa ayat 32]

Dan Allah –subhanallaahu wata’ala- berfirman:

الرَّجُلُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ وَالَّلاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا – النساء : 34

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (lelaki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” [QS. An Nisa ayat 34]

Dan dalam kitab Shahih Bukhori dan Shahih Muslim, dari hadits Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata; Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

استوصوا بالنساء خيرًا ؛ فإنهن خُلقن من ضِلع ، وإن أعوج ما في الضِلع أعلاه ، فإن ذهبت تقيمه كسرته ، وإن تركته لم يزل به عوج

“Nasihatilah wanita dengan yang baik (lemah lembut). Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Dan bagian terbengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya. Seandainya kau paksa meluruskannya maka kamu akan mematahkannya. Dan seandainya kamu biarkan maka akan terus saja bengkok.”

Maka hendaklah bagi kaum wanita untuk bersabar dengan apa yang Allah tetapkan atas dirinya tentang kelebihan laki-laki terhadap dirinya. Dan bukanlah berarti laki-laki memperbudak wanita.

Sebagaimana dalam kitab Jami’ At-Turmudzi, Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

استوصوا بالنساء خيرًا ، فإنما هن عوان عندكم ، لا تملكون منهن غير ذلك ألا وإن لكم في نساءكم حقًا ، ألا وإن لنسائكم عليكم حقًا ، فحقكم عليهن أن لا يوطئن فرشكم من تكرهون ولا يأذنَّ في بيوتكم من تكرهون ، وحقهن عليكم أن تحسنوا إليهن في طعامهن وكسوتهن

“Berwasiatlah kalian kepada para wanita (istri) dengan baik karena mereka itu hanyalah tawanan di sisi kalian. Kalian tidak menguasai dari mereka sedikitpun kecuali hanya itu Ketahuilah, kalian memiliki hak terhadap istri-istri kalian dan mereka pun memiliki hak terhadap kalian. Hak kalian (laki-laki) terhadap mereka (wanita) adalah mereka (wanita) tidak boleh membiarkan seorang yang kalian benci untuk menginjak permadani kalian dan mereka (wanita) tidak boleh mengijinkan orang yang kalian benci untuk masuk ke rumah kalian. Sedangkan hak mereka (wanita) terhadap kalian adalah kalian berbuat baik terhadap mereka dalam hal pakaian dan makanan mereka (wanita).”

Dalam kitab Sunan dan Musnad Imam Ahmad, dari hadits Mu’awiyah bin Haidah -radhiallahu ‘anhu- bahwasannya seorang laki-laki bertanya: “Ya Rasulullah, apakah hak-hak istri kami atas kami?,” Beliau menjawab, “Engkau memberi makan mereka bila engkau makan, engkau beri mereka pakaian bila engkau berpakaian, dan janganlah engkau memukul wajah mereka, dan janganlah kamu menjelekkan mereka, dan janganlah kamu berpisah ranjang dengannya kecuali di dalam rumah.”

Maka apakah yang harus engkau lakukan? Semoga Allah merahmatimu. Maka hendaklah kita semua saling tolong-menolong dalam kebaikan. Seorang laki-laki memperlakukan istrinya dengan pergaulan yang islami, dan membantu istri dalam menuntut ilmu dan berdakwah. Dan sebaliknya, seorang istri memperlakukan suaminya dengan pergaulan yang islami dan membantu suami dalam menuntut ilmu, berdakwah, dan menata dengan baik apa-apa yang ada di rumah. Sesungguhnya Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

Diterjemahkan dari risalah singkat dengan judul asli [ نصائح لـ [ المرأة المسلمة السلفية, penulis : Syaikh Muqbil bin Hadi Al Waada’I dari wb http://sahab.net

– shalihah.com –

Diterjemahkan oleh Ummu dan Abu Hudzaifah